advertorial

Gunung Garam

Kamis, 11 April 2019 | 06:35 WIB

 

 

Oleh Dahlan Iskan

 

Pun sebelum masehi. Daerah ini sudah jadi rebutan. Yang sekarang menjadi bagian dari Pakistan. Nama daerah ini: Khewra. Tidak jauh dari kota Islamabad. Di antara Lahore dan Islamabad. 

Emas belum begitu penting saat itu. Kalah mahal dengan garam. Ketika masyarakat masih hidup dari hasil buruan. Ketika daging memerlukan bahan pengawet: garam. Sekalian penyedap rasa.

Besi juga penting. Juga mengalahkan emas. Agar bisa berburu. Atau menyerang musuh. Itulah sebabnya perdagangan pertama di dunia adalah barter antara garam dan besi.

Masyarakat saat itu masih berorientasi ke hutan. Ke pedalaman. Belum ke lautan. Belum tahu bahwa garam bisa dibuat seperti di Madura: dari air laut.

Khewra punya satu gunung. Dari dalamnya merembet air. Rasanya asin. Itulah rasa yang kemudian diberi nama garam.

Kawasan sekitar gunung ini gersang. Tidak ada pohon tinggi. Tidsk bisa hidup. Tanaman yang ada hanya perdu. Ada lagi sejenis kaliandra. Jarang-jarang. Orang menjadikannya bahan baku arang. Diangkut dengan onta-onta. Yang banyak dibiakkan di daerah ini.

Ketika penjajah Inggris masuk mulailah gunung ini dijajah. Dikuasai satu perusahaan pengolah garam.

Tentu saya harus ke gunung garam ini. Tiga jam naik mobil dari Lahore. Seumur hidup belum pernah saya melihat garam yang sumbernya dari tambang.

Sebagian gunung ini sudah dijadikan obyek wisata. Yakni di sisi yang menambangan garamnya sudah ditinggalkan. Pindah ke sisi gunung yang lain.

Pabrik garam yang di sisi 'sini' pun sudah tutup. Tapi rel masuk ke dalam gunung ini masih ada. Itulah rel kereta pengangkut garam. Dari perut gunung. Menuju pabrik garam di bawah gunung.

Halaman:

Tags

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB