Salah satu tujuan seseorang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif adalah untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Demikian juga dengan Siti Laela, angggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Utara (Kaltara).
IWAN KURNIAWAN
KALTARA yang merupakan provinsi baru dan termuda di Indonesia tentu masih memiliki persoalan yang cukup komplit. Mulai dari persoalan di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi kemasyarakatan.
Berbagai bidang pembangunan di provinsi ke-34 itu merupakan hal yang selalu digaung-gaungkan oleh sejumlah anggota DPRD Kaltara periode 2019-2024. Termasuk Siti Laela yang merupakan kader Partai Golkar dari daerah pemilihan (dapil) 1 Tarakan.
Namun, karena konstituen pemilihnya di Kota Tarakan itu banyak ibu-ibu, maka untuk lima tahun ke depan, Siti Laela akan memprioritaskan perjuangan anggaran untuk gender. Ia menyebutnya APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Pro Gender.
“Semua kegiatan dan program, baik itu di bidang pendidikan, sosial dan kemasyarakatan, semua akan kita perjuangkan. Tapi anggaran gender yang jadi priortas,” ujar Siti Laela kepada Radar Kaltara saat ditemui di Tanjung Selor belum lama ini.
Dalam hal ini, anggota DPRD Kaltara dua periode itu berhaarap Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan bisa lebih cepat. Sebab, sekarang ini untuk anggaran, seperti bantuan keuangan (bankeu) untuk kabupaten/kota terbilang kurang.
“Semoga kita bisa perjuangkkan itu (anggaran untuk Tarakan, Red) di lima tahun ke depan. Supaya bisa mempercepat pembangunan, karena selama ini anggaran kita khususnya di Tarakan masih minim,” katanya.
Adapun untuk di sektor pembangunan infrastruktur, Siti Laela menilai di provinsi yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia ini, khususnya di Kota Tarakan itu terbilang masih belum maksimal.
Menurutnya, saat ini masih ada banyak kegiatan pembangunan infrastruktur di Kota Tarakan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sehingga perlu adanya dukungan pembiayaan dari APBD untuk merealisasikannya secara maksimal. “Kalau bisa ke depannya itu (pembangunan infrastruktur, Red) dapat segera diselesaikan,” harapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, infrastruktur yang masih perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah itu, salah satunya di bidang pendidikan. Sebab, masih ada pembangunan sekolah di Kota Tarakan yang saat ini belum selesai, bahkan ada yang masih pada tahap awal perencanaan.
“Termasuk juga di bidang kesehatan, itu masih terbilan belum maksimal. Bahkan, rumah sakit provinsi yang ada di Kota Tarakan itu sempat bermasalah, akreditasinya turun. Nah, itu kalau bisa kita donkrak kembali,” imbuhnya.
Dan yang tak kalah pentingnya, persoalan layanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) juga harus lebih ditingkatkan atau dimaksimalkan kembali. Terutama untuk yang layanan darurat selama 24 jam.
Selain itu, persoalan guru honorer, juga butuh perhatian dari pemerintah. Saat ini ada yang sudah cukup lama mengabdi, tapi masih belum sarjana (S-1). Harapannya, hal tersebut bisa dicarikan solusi bagaimana caranya untuk mengakomodir mereka. “Pastinya, langkah yang diambil untuk memperjuangan honorer itu tidak melanggar atau bertentangan dengan aturan,” tegasnya.
Intinya, semua itu merupakan pekerjaan rumah (PR) bersama antara seluruh elemen. Sebab, perjuangan yang harus dilakukan secara bersama-sama itu sangat perlu, mengingat daerah saat ini masih mengalami defisit anggaran.