INDUSTRI kuliner di Jawa Timur menemui titik terang. Setelah mencatat kinerja tak memuaskan di awal tahun, pelaku usaha mulai melihat lonjakan saat libur Lebaran. Harapannya, momentum tersebut bisa berlanjut hingga akhir tahun.
Kepala Bidang Program dan Event Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim Andre Sunyoto mengatakan, kinerja kafe dan restoran selama dua bulan pertama tahun ini memang di bawah ekspektasi. Misalnya, momen pada Februari yakni, Tahun Baru Imlek dan Valentine. “Harapannya tinggi tapi, lonjakannya tidak signifikan,” tuturnya di Surabaya baru-baru ini.
Dia mengatakan, memang ada beberapa faktor yang membuat sebagian besar masyarakat menahan pengeluaran. Salah satunya, pesta demokrasi sehingga membuat banyak yang menunda kegiatan non politik. Apalagi, ekonomi global yang lesu membuat makin ragu untuk berpelesir.
Buntut dari faktor-faktor itu pun masih terasa pada hari-hari awal puasa. Namun, hal tersebut berubah menjelang Lebaran. “Kalau sekarang lonjakan yang kami alami sampai 40 persen,” ujarnya.
Dia berharap lonjakan libur Lebaran bakal menjadi pertanda terkait gairah belanja yang kembali normal. Apalagi, pelaku usaha kuliner menantikan beberapa momen di sisa akhir tahun. Misalnya, libur sekolah pada pertengahan tahun. Disusul, Iduladha, hari kemerdekaan, hingga Natal dan tahun baru.
Bendahara Umum Apkrindo Jatim Unggul Riady menambahkan, industri kuliner memang bergantung terhadap mobilitas masyarakat. Pengusaha di Kota Wisata, seperti Malang, mengincar waktu hari besar untuk meraup keuntungan. “Kalau usaha saya di Malang ramainya justru saat Lebaran. Tapi, biasanya usaha kuliner di Surabaya masih dapat dari pasar masyarakat yang tidak mudik,” bebernya. (bil/JPG/rom)