SAMARINDA. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian resmi melonggarkan aturan terkait penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, termasuk rapat, di hotel dan restoran bagi seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia, termasuk Kalimantan Timur. Kebijakan ini disambut positif oleh pemerintah daerah dan pelaku industri perhotelan yang selama ini terpukul akibat kebijakan efisiensi anggaran.
Dalam arahannya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram, Rabu (4/6), Mendagri Tito menyampaikan bahwa pemerintah daerah diperbolehkan kembali menggelar kegiatan di hotel dan restoran, demi menyokong sektor Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang sangat bergantung pada belanja pemerintah.
“Kurangi boleh, tetapi jangan sama sekali tidak ada. Tetap melaksanakan kegiatan di hotel dan restoran. Target betul hotel dan restoran yang kira-kira agak kolaps, buatlah kegiatan di sana supaya mereka bisa hidup,” ujar Mendagri.
Tito menyebut bahwa kebijakan ini telah mendapat restu langsung dari Presiden Prabowo Subianto, mengingat industri perhotelan dan restoran menjadi salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja serta melibatkan banyak pelaku usaha lokal, termasuk pemasok bahan baku dan layanan jasa lainnya.
Meski pemerintah pusat telah memangkas anggaran sebesar Rp50 triliun untuk 552 daerah, Mendagri menilai pemangkasan ini tidak terlalu signifikan sehingga pemda masih memiliki ruang fiskal untuk membantu menggerakkan ekonomi daerah melalui kegiatan-kegiatan di hotel dan restoran.
“Daerah biarkan saja untuk (rapat) ke hotel dan restoran, tidak apa-apa. Perjalanan dinas, fine. Tapi pakai perasaan, kalau cukup tiga sampai empat kali rapat, jangan dibikin 10 kali,” ungkapnya.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, memberikan apresiasi atas kelonggaran yang diberikan oleh Mendagri. Menurutnya, kebijakan ini dapat menjadi angin segar untuk menghidupkan kembali sektor perhotelan yang sempat terpukul akibat pembatasan kegiatan selama efisiensi anggaran.
“Kita apresiasi dan akan mengikuti kebijakan Pak Mendagri. Ini dalam upaya untuk mendorong perputaran roda perekonomian di daerah,” ujarnya.
Ia juga mengakui bahwa selama ini banyak keluhan datang dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), khususnya mengenai penurunan okupansi dan minimnya aktivitas MICE yang sebelumnya menjadi tulang punggung pendapatan hotel.
“Adanya pelonggaran ini kita harap tidak hanya menggenjot belanja daerah, tetapi juga menyelamatkan industri perhotelan yang terpuruk,” bebernya.
Menurut Seno, dampak positif dari pelonggaran ini tidak hanya terasa di sektor perhotelan, tetapi juga menyentuh pelaku UMKM katering, transportasi, dan sektor jasa lainnya yang terkait dengan kegiatan pemerintahan. “Kelonggaran ini akan mendorong perputaran ekonomi lokal, peningkatan pendapatan masyarakat, dan serapan anggaran yang lebih optimal,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua PHRI Kalimantan Timur, Armunanto, menyampaikan bahwa sektor perhotelan di daerah sangat bergantung pada belanja pemerintah, terutama untuk kegiatan MICE. Sejak diberlakukannya kebijakan efisiensi, okupansi hotel menurun drastis hingga 25–30 persen.
“Event MICE bisa meng-cover 50 persen biaya operasional hotel. Pemangkasan kegiatan pemerintah ini membuat pendapatan hotel menurun drastis,” ujarnya dalam diskusi yang digelar Dinas Pariwisata Kaltim pada 4 Juni lalu. (*)