TARAKAN – Industri perhotelan di Kota Tarakan kini dihadapkan pada tantangan baru menyusul keputusan Pemerintah Kota untuk mengurangi dana transfer daerah sebesar 30 persen pada tahun anggaran 2026.
Dampak langsung dari efisiensi anggaran ini terasa jelas: menurunnya pemesanan hotel dari instansi pemerintah, yang selama ini menjadi kontributor utama dalam penyelenggaraan rapat, seminar, dan perjalanan dinas.
Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tarakan, Kie Pie, menyatakan bahwa sektor perhotelan di Tarakan telah menunjukkan kesiapan dan respons adaptif dalam menghadapi tantangan ini.
“Sesuai anjuran pemerintah, kami sudah tidak menggantungkan pendapatan dari acara pemerintah. Kami fokus untuk menggarap sektor swasta,” ujar Kie Pie, Kamis (16/10).
Dengan strategi diversifikasi pendapatan, hotel-hotel di Tarakan kini lebih intensif menggarap pasar dari perusahaan swasta, acara korporat, dan wisatawan individual. Langkah ini bertujuan untuk mengimbangi penurunan demand dari sektor pemerintahan.
Kie Pie menegaskan bahwa strategi tersebut berhasil menjaga stabilitas internal industri. “Hingga saat ini, tenaga kerja masih tetap stabil dan belum ada pengurangan karyawan,” tambahnya. Hal ini menunjukkan ketangguhan industri perhotelan lokal dalam menghadapi fluktuasi kebijakan fiskal daerah.
Harapan PHRI di Tengah Efisiensi
Menanggapi kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah, PHRI menyatakan dukungan penuh dan pemahaman atas kondisi keuangan Pemkot Tarakan.
“Effisiensi silahkan saja, kami tidak banyak menuntut, kami paham dengan keadaan pemerintah,” pungkas Kie Pie.
Harapan utama dari PHRI saat ini adalah terciptanya lingkungan bisnis yang stabil, termasuk tidak adanya razia yang berlebihan di hotel, sehingga adaptasi dan fokus pada sektor swasta yang tengah mereka jalankan dapat berjalan optimal. (*)