Wilawan mendekati para biksu dengan menawarkan konsultasi rohani pribadi. Dari situ, ia membangun relasi emosional hingga berkembang menjadi hubungan intim.
Saat para biksu mulai terikat secara personal, ia merekam aktivitas seksual mereka secara diam-diam.
Rekaman tersebut dijadikan alat untuk menekan dan memeras para biksu. Salah satu contohnya, Wilawan mengaku hamil dari seorang kepala biara dan menuntut tunjangan hingga 7 juta baht.
Tak sanggup memenuhi permintaan, sang biksu memilih meninggalkan biara dan jabatannya secara tiba-tiba.
Penyelidikan dimulai ketika Phra Thep Wachirapamok, kepala biara Wat Tri Thotsathep, menghilang secara misterius.
Saat dilakukan penggeledahan di rumah Wilawan, aparat menemukan lebih dari 80.000 file digital yang berisi dokumentasi hubungan seksual dengan para biksu.
Polisi juga menemukan bahwa Wilawan telah menerima sekitar 385 juta baht (sekitar Rp 173 miliar) selama tiga tahun terakhir dari para korbannya.
Dana itu sebagian besar digunakan untuk berjudi. Saat ditangkap, hanya tersisa 8.000 baht di rekeningnya.
Selain uang tunai, ia juga menerima berbagai hadiah mewah, termasuk mobil Mercedes-Benz, serta dana dari kuil yang dialihkan secara ilegal ke rekening pribadinya.
Kini, Wilawan Emsawat menghadapi tiga dakwaan pidana berat. Yaitu, Pemerasan (KUHP Thailand Pasal 309).
Kemudian, pencucian uang (berdasarkan Undang-Undang Anti Pencucian Uang 1999), dan kepemilikan barang hasil kejahatan, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Atas kejadian ini, sebanyak 12 biksu senior telah dicopot dari jabatan mereka. Pemerintah Thailand juga langsung merespons tegas.
Perdana Menteri sementara Phumtham Wechayachai memerintahkan evaluasi ulang terhadap regulasi soal dana kuil dan perilaku biksu. (*)
