Pada dasarnya, lanjut Deslia, siswa sudah merasa jenuh belajar di rumah dengan sistem PJJ. Namun, pandemi Covid-19 membuatnya tak bisa memberikan alternatif pilihan selain mematuhi protokol Covid-19 sesuai anjuran pemerintah.
”Kami mengakui sistem PJJ ini tidak bisa berjalan maksimal. Anak-anak juga sudah mulai jenuh belajar. Penilaian akademik juga tidak bisa dilakukan secara terukur, karena kami memahami kondisi anak-anak di masa pandemi ini," ujarnya.
Tenaga pendidik mengaku sudah rindu mengajar seperti hari-hari normal biasanya. ”Rindu juga mengajar seperti biasanya. Anak-anak yang tidak bersemangat sekolah juga saya datangi ke rumahnya. Saya tanyakan apa masalahnya," ujar Wagiman, Guru Kelas 4 SD Islam Baiturrahim.
Wagiman juga tak jarang menerima keluhan dari orang tua siswa yang kerepotan mengurus anak belajar daring. ”Orang tua ngeluh kerepotan. Angkat tangan membimbing anak belajar di rumah. Kalau ada tugas dari guru sih dikerjakan, tapi saya juga tidak bisa memantau, itu dikerjakan sendiri atau orang tuanya yang mengerjakan," ucapnya sambil bercanda.
Pihak sekolah juga memberikan toleransi bagi orang tua siswa yang keduanya sibuk bekerja. ”Siswa boleh datang belajar ke sekolah, tapi tidak boleh lebih dari lima siswa dalam satu kelas," ujarnya.
Kerepotan orang tua dialami Siti. Dia mengaku tidak bisa sepenuhnya mendampingi anak selama di rumah karena harus bekerja. ”Anak saya ada dua. Yang pertama SMA sudah bisa dilepas dan punya tanggung jawab. Tetapi, adiknya yang masih kelas 5 SD cukup buat saya kerepotan," ujarnya.
Siti terpaksa harus menitipkan anaknya selama ditinggal bekerja. ”Anak saya yang nomor dua saya titip ke kakeknya kalau sedang bekerja. Saya juga tak bisa kontrol anak setiap saat," ujarnya.
Siti menuturkan, sistem belajar daring kurang efektif dijalani siswa SD. ”Selama belajar itu, anak cenderung aktif sendiri. Dia fokus mendengarkan hanya sepuluh menit, setelah itu tak efektif karena tidak ada yang membimbing secara langsung. Jadi, saya kira pembelajaran daring masih belum tepat diterapkan untuk anak SD," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan solusi agar siswa tetap bersemangat belajar dan sesekali menjadwalkan pertemuan terbatas untuk menghindari rasa jenuh selama belajar dari rumah.
”Entah sampai kapan sistem belajar seperti ini akan berakhir. Kalau begini terus, lama-lama anak-anak, terutama SD bisa jenuh. Saya berharap sekolah minimal seminggu sekali buat pertemuan terbatas agar anak-anak tetap punya semangat belajar," tandasnya. (hgn/ign)