Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
DUA permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dan MK diberikan jangka waktu selama 14 hari kerja untuk memutus perkara PHPU pilpres ini. Jika registrasi perkara dihitung per 25 Maret 2024, putusan perkara PHPU pilres ini akan dibacakan pada 22 April 2024.
Permohonan pertama diajukan oleh pasangan 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan nomor registrasi perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024. Adapun permohonan kedua diajukan oleh pasangan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan nomor registrasi perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Kedua perkara yang diajukan masing-masing pasangan, tampak identik alias sama. Baik konstruksi perkara, dalil-dalil yang diuraikan, hingga petitum. Hal ini karena kedua pasangan calon memiliki garis start yang sama dalam memandang perkara PHPU pilpres ini.
Bahkan jika kita baca tuntutan atau petitum kedua pasangan calon dalam permohonannya masing-masing, setidaknya terdapat tiga hal pokok yang identik. Pertama, meminta pembatalan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Kedua, mendiskualifikasi pasangan nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024. Dan ketiga, memerintahkan termohon, dalam hal ini KPU, untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024.
Public Trust
Publik paham betul jika pangkal persoalan yang dijadikan dalil dalam permohonan kedua pasangan calon, adalah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka “jalan pintas” bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Oleh karena itu, MK memikul beban berat untuk mengembalikan kepercayaan publik (public trust) atas “dosa konstitusional” yang telah diperbuatnya dalam putusan a quo. Dengan cara apa public trust dikembalikan? MK harus mengaktifkan fungsi “judicial activism” yang secara progresif harus memandang perkara PHPU pilpres ini, tidak sebatas angka-angka semata.
Namun, MK mesti mengurai secara terang benderang bagaimana angka-angka didapatkan. Apakah dengan cara-cara terpuji sesuai dengan prinsip dan norma peraturan perundangan, ataukah dengan cara-cara curang yang mengabaikan prinsip dan etika. Sebagai lembaga yang diberikan mandat untuk mengadili sengketa pemilu, MK tidak bisa hanya melihat perkara PHPU pilres ini pada angka perolehan suara semata.
MK harus keluar dari pakem prosedural, untuk lebih fokus kepada hal yang lebih substantif, yakni memastikan pemilu ini tidak dicederai oleh perilaku kekuasaan yang melabrak segala hal demi melanggengkan kekuasaannya. MK harus dapat memastikan keadilan pemilu (electoral justice) benar-benar dijalankan dalam Pemilu 2024 ini. Untuk itu, MK harus membuka diri untuk menerima dalil-dalil dugaan kecurangan sebagaimana yang diuraikan dalam permohonan kedua pemohon. Menegaskan jika dalil-dalil tersebut, tidaklah “salah kamar”.
Mulai soal keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden hingga soal politisasi bantuan sosial yang dipergunakan untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Dengan cara inilah public trust terhadap MK dapat dipulihkan.