TARAKAN - Pernikahan dini menjadi topik hangat di kalangan generasi milenial dan Gen Z banyak yang melihat pernikahan dini sebagai cara mencapai kebahagiaan dan kestabilan hidup. Namun, pernikahan dini juga berdampak negatif pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi pasangan muda.
Kasi Bimas Islam Kemenag Tarakan, Muhammad Aslam mengatakan , bahwa Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019 menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun. Jika di bawah 19 tahun, KUA menolak dan surat penolakan dibawa ke Pengadilan Agama.
"Pengadilan Agama akan mengecek, setelah itu baru keluar keputusan apakah boleh menikah atau tidak," ujarnya, Rabu (13/8). Muhammad Aslam mengungkapkan bahwa di Tarakan banyak anak di bawah umur melakukan nikah siri ketika permohonan mereka ditolak Pengadilan Agama.
"Jadi tren nikah siri ini lagi naik karena sebagai alternatif jika perkawinan ditolak Pengadilan Agama," tambahnya Dampak pernikahan dini adalah pendidikan terputus, lebih rentan mengalami KDRT, komplikasi kehamilan menyebabkan kematian terbesar, dan kerugian ekonomi sebesar 1,7 persen dari pendapatan negara.
"Nikah siri ini marak karena alasan mereka mau lebih cepat, padahal di KUA bisa nikah gratis," katanya. Sebagai upaya menekan kasus ini Kemenag Tarakan mengadakan bimbingan pra nikah bagi remaja usia sekolah untuk mengedukasi mereka tentang dampak pernikahan dini.
"Sehingga perlu melibatkan tokoh agama di semua lini dan semua pihak untuk penguatan perspektif dalam perkawinan," ungkapnya.
Kemenag berharap masyarakat, terutama orang tua dan anak remaja, melakukan nikah di KUA karena nikah siri pertanggungjawabannya sulit dan berdampak pada anak baru lahir.(*nkh).
