• Minggu, 21 Desember 2025

Tragedi 30 September 1965: Malam Kelam G30S yang Mengubah Peta Politik Bangsa

Photo Author
- Selasa, 30 September 2025 | 10:12 WIB
Sumur maut di Lubang Buaya, tempat para pahlawan revolusi dikubur usai dibunuh. (IST)
Sumur maut di Lubang Buaya, tempat para pahlawan revolusi dikubur usai dibunuh. (IST)

Hari ini, 30 September, menandai peringatan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yaitu Gerakan 30 September (G30S) 1965. Peristiwa singkat namun brutal tersebut memakan korban jiwa enam Jenderal Angkatan Darat, yang diculik, dibunuh, dan jenazahnya dibuang di Lubang Buaya.

Tragedi tersebut tidak hanya mencoreng sejarah militer, tetapi juga menjadi titik balik politik yang drastis, menyebabkan jatuhnya kepemimpinan Presiden Soekarno dan mengawali era kepemimpinan di bawah Presiden Soeharto.

Penculikan dan Gesekan Kekuatan Politik

Sebelum G30S meletus, Indonesia diwarnai ketegangan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) yang merupakan salah satu kekuatan politik terkuat, dengan institusi militer. Gesekan ini diperparah dengan bergulirnya berbagai isu kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Dalam ketegangan itulah Pasukan Cakrabirawa—yang diklaim sebagai gerakan G30S—bergerak pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965. Mereka mendatangi kediaman enam jenderal Angkatan Darat yang menjadi korban:

Letjen TNI Ahmad Yani

Mayjen TNI S. Parman

Mayjen TNI M. T. Haryono

Mayjen TNI R. Suprapto

Brigjen TNI D. I. Panjaitan

Brigjen TNI Siswomiharjo

Satu-satunya jenderal yang lolos dari penculikan adalah Jenderal TNI A. H. Nasution. Namun, ia harus kehilangan putrinya, Ade Irma Suryani, yang tewas tertembak, serta ajudannya, Pierre Tendean, yang diculik dan turut dibunuh.

Respon Soeharto dan Penemuan Jenazah

Setelah penculikan, Radio Republik Indonesia (RRI) sempat mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi Indonesia yang mengklaim telah menggagalkan kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X