Herdiansyah Hamzah
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
BELAKANGAN ini, nalar berhukum kita sedang diuji. Terusik dengan beragam peristiwa yang mempertontonkan bagaimana hukum hanya dimaknai sebatas aturan semata. Sementara prinsip, etik, dan moralitas diabaikan begitu saja. Bahkan cenderung dianggap hal lumrah. Malahan ada yang menjadikannya bahan candaan seperti umpatan “ndasmu etik” dan sejenisnya.
Orang lupa, hukum tanpa moralitas adalah kosong dan tidak bermakna apa-apa. Seperti kata pepatah latin, “leges sine moribus vanae (laws without morals are useless)”. Artinya, hukum tanpa moralitas, tidak akan ada artinya. Seperti mayat hidup (zombie), yang memiliki tubuh tapi tidak memiliki hati, jiwa, dan pikiran. Seseorang yang mengaku taat hukum tetapi mengabaikan prinsip, etik, dan moralitas, adalah bentuk kekeliruan mendasar dalam memahami hukum.
Sebab, hukum bukan hanya rumah peraturan, tetapi juga dibentengi dengan moralitas. Orang pandai yang tidak ditopang dengan moralitas yang baik, maka dia berpotensi menggunakan kepandaiannya untuk kejahatan. Sebaliknya, orang yang pendek akal namun dibekali dengan moralitas memadai, maka dia akan dihargai layaknya manusia beradab. Dalam hukum, menafikan moralitas adalah penyakit serius yang harus disembuhkan.
Memahami Moralitas,
Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa mustahil untuk memahami hukum suatu bangsa hanya dengan melihat pada peraturan-peraturannya saja, melainkan harus menggalinya sampai kepada prinsip-prinsip hukumnya. Kata Mark Tebbit, prinsip-prinsip hukum merupakan hal yang inhern dengan moralitas. Dan prinsip hukum itu memberi dimensi etis pada hukum, tegas Sudikno Mertokusumo. Dalam Encyclopedia Americana, etik merupakan usaha manusia untuk mencari norma baik dan buruk, yang juga dapat dimaknai sebagai “the principles of morality”. Sederhananya, etik dan moralitas merupakan petunjuk tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk.
Mengutip Merriam Webster, moral pada dasarnya diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan prinsip benar dan salah dalam berperilaku, atau hal yang selalu dipadankan dengan etis atau tidaknya suatu tindakan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Dalam Black Law Dictionary, moral dimaknai sebagai bentuk kesesuaian dengan aturan perilaku yang benar yang diakui. Dalam konteks hukum, moral merupakan kumpulan prinsip yang mendefinisikan perilaku benar dan salah, atau standar yang mana tindakan harus sesuai dengan kebenaran dan kebajikan. Sudikno Mertokusumo menyebut, hukum dan moralitas merupakan dua sisi dari satu mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan dengan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Sebaliknya, moralitas ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati nuraninyalah yang diketuk. Dalam buku “The Morality of Law”, Lon L Fuller berpendapat bahwa hukum tanpa moralitas adalah kemustahilan.
Di sinilah makna moralitas dalam hukum, serupa kacamata untuk membaca baik dan buruk, semacam perkakas untuk mengasah dan menajamkan hati nurani. Tanpa moralitas, hukum hanya akan menjadi rumah peraturan, bukan rumah untuk mencari keadilan.