Di sisi India juga begitu. Bersahut-sahutan. Adu teriak. Adu semangat. Rebutan langit.
Kadang teriakan itu diganti dengan Allahu Akbar. Entahlah. Apakah ada teriakan sejenis Allahu Akbar juga di sisi India.
Yang bersaing bukan hanya mulut. Juga tiang bendera utama. Adu tinggi-tinggian. Bendera Pakistan menang: lebih tinggi. Tertinggi di Asia Selatan.
India menang di model tribunnya. Lebih besar. Lebih megah.
Juga adu banyak-banyakan bendera. Adu atribut. Adu dandan cantik. Saya membeli topi Pakistan. Yang ada identitas perbatasannya.
Saya juga melihat penonton wanitanya adu cantik. Mereka berebut foto seusai acara.
Ada juga pengantin. Yang datang dari jauh. Dari Kashmir. Lima jam perjalanan. Pengantin wanitanya tuli. Pengantin prianya bisu.
Tapi emosi mereka bicara. Wajah mereka terhibur.
Kalau suporter Bonek boleh punya tribun sendiri di sini merekalah yang menang. Atau suporter Viking. Bisa lebih kreatif. Bisa perang lagu.
Di perbatasan India-Pakistan ini tidak ada adu lagu-lagu. Hanya yel-yel terus.
Tepat pukul 4 sore penonton terdiam. Berkumandanglah qiraah Al Quran. Surah Ar Rahman. Beberapa ayat pertama.
Itu tanda dimulainya acara ini. Di sisi Pakistan.
Saya tidak mendengar suara apa yang dipakai tanda awal di sisi India sana.
Usai pembacaan Quran itu dua tentara wanita Pakistan tiba di tengah jalan. Melangkah tegap ke arah pintu perbatasan. Sekitar 100 langkah. Gerak langkahnya dibuat amat cepat. Atraktif sekali.
Di sisi India juga begitu.