bisnis

Perusahaan di Kaltara Mulai Patuh Bayar Pajak Alat Berat, Target Rp6 Miliar Baru Terealisasi Rp900 Juta

Jumat, 8 Agustus 2025 | 14:40 WIB
Sejumlah perusahaan tambang dan kontraktor dilaporkan mulai menyelesaikan kewajiban membayar pajak alat berat. (HRK)

TARAKAN- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltara mencatat tren positif terkait kepatuhan perusahaan dalam membayar pajak alat berat. Sejumlah perusahaan tambang dan kontraktor besar dilaporkan mulai menyelesaikan kewajibannya membayar pajak alat berat.

Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Bapenda Kaltara Hadi Hariyanto menyampaikan, telah melihat perkembangan baik dari sisi kepatuhan pelaku usaha. Hal ini menunjukkan komunikasi dan pendekatan kepada para wajib pajak mulai membuahkan hasil.

"Sudah banyak perusahaan yang mulai menyelesaikan kewajibannya. Ini menunjukkan kesadaran mereka meningkat. Kami juga terus melakukan pendekatan secara akuntabel kepada para pengusaha," ujarnya. Dalam pelaksanaan penetapan pajak alat berat, Bapenda Kaltara menggunakan acuan Nilai Jual Alat Berat (NJAB).

NJAB ini mencakup berbagai fungsi dan tipe alat berat, serta menjadi dasar dalam menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan.

"Jika terdapat ketidaksesuaian data atau keberatan dari pengusaha, kami terbuka memberikan kemudahan. Misalnya, mereka bisa menunjukkan faktur pembelian sebagai dasar perhitungan. Dari situ kami bisa menyesuaikan besaran pajak secara lebih adil," jelasnya.

Namun, hingga saat ini realisasi penerimaan pajak alat berat masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Dari target Rp 6 miliar, realisasi yang tercatat baru sekitar Rp 900 juta atau 15 persen per akhir Juli 2025.

"Tentu ini masih jauh dari target. Tapi waktu masih ada, dan kami terus melakukan upaya penagihan serta koordinasi dengan para pelaku usaha. Mudah-mudahan hingga akhir tahun bisa meningkat signifikan," ungkapnya.

Untuk mempercepat capaian, Bapenda Kaltara juga mengimbau kepada seluruh Perusahaan. Khususnya yang bergerak di sektor pertambangan dan konstruksi, agar segera menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Pajak alat berat sendiri merupakan salah satu komponen penting dalam optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kaltara.

"Kami optimis, kalau kolaborasi dan kesadaran terus dibangun, target ini bisa terkejar. Pajak alat berat ini potensinya besar, tinggal bagaimana kita kawal bersama," tuturnya.

Sementara untuk penerimaan dari sektor pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Provinsi Kaltara masih tergolong rendah. Menyusul diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Melalui regulasi tersebut, pemerintah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk memungut pajak dari sektor MBLB, seperti usaha tambang pasir dan batu. Provinsi sendiri mendapatkan jatah 25 persen dari total penerimaan MBLB yang dipungut di wilayah masing-masing.

"Kalau tahun lalu kita belum menerima MBLB, karena belum berlaku. Baru tahun ini mulai diterapkan. Namun, realisasi penerimaannya masih sangat minim," jelasnya. Minimnya pendapatan ini, lanjut Hadi, disebabkan oleh belum optimalnya pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota. Terutama menyangkut perizinan dan penertiban usaha tambang.

Menurutnya, banyak pelaku usaha tambang yang belum memiliki izin operasional, karena terkendala pada aspek teknis dan administrative. Seperti penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dokumen lingkungan hidup (DLH), hingga kejelasan lokasi tambang.

"Kami sudah berupaya menjalin komunikasi dengan teman-teman di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait kendala ini. Tapi implementasinya tetap bergantung pada pemerintah kabupaten/kota. Kami tidak bisa langsung intervensi," jelasnya.

Halaman:

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB