BANJARMASIN - Tingkat kemiskinan nasional kini mencapai 9,82 persen. Kalsel beruntung karena hanya menyentuh 4,65 persen. Data itu bisa menjadi kabar baik, bisa pula menjadi kabar buruk.
Mengingat sangat jarang ada daerah yang mampu menekan tingkat kemiskinan melampaui 4 persen. "Dalam banyak kajian, angka 4 persen itu artinya mentok. Tingkat kesulitan untuk mengurai kemiskinan kian menanjak," kata Kepala Bappeda Kalsel, Nurul Fajar Desira.
Penduduk Kalsel kini berjumlah 4,1 juta jiwa. Artinya, ada sekitar 195 ribu orang miskin di Kalsel. Kaum miskin masih didominasi petani dan nelayan. "Angka ini rentan bergejolak. Sewaktu-waktu bisa naik dan turun secara mendadak," imbuhnya.
Pernyataan itu tidak mengada-ada. Pada tahun 2017, tingkat kemiskinan Kalsel melonjak tajam. Mencapai 4,85 persen. Tertinggi dalam empat tahun terakhir. Setelah dikaji, ternyata inflasi lepas kendali pada bulan Juni dan Juli.
"Ketika itu, lebaran datang berbarengan dengan tahun ajaran baru. Terjadi lonjakan kebutuhan barang secara mendadak, harga pun melambung. Mereka yang berada di garis batas kemiskinan menjadi korban," jelasnya.
Sebagai gambaran, sebutlah garis kemiskinan berada pada angka 100. Banyak warga Kalsel yang bertahan hidup dengan angka 101 atau 102. Ketika terjadi gejolak, semisal jatuh sakit tanpa perlindungan asuransi, maka kemampuan ekonominya melorot pada angka 99. "Satu poin saja sudah cukup untuk mengubah seseorang menjadi miskin," sebutnya.
Mengapa kerentanan itu muncul? Fajar menunjuk penopang perekonomian Kalsel. "20 persen perekonomian Kalsel tergantung pada pertambangan batu bara. 16 persen disokong pertanian. Terlalu dominan. Tidak ada sektor lain yang bisa diandalkan," jelasnya.
Lalu, dari 195 ribu orang miskin ini, berapa yang sudah dibantu? Tahun ini, Kalsel dijatah 159 ribu penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari pemerintah pusat. Pemprov juga menjamin kenaikan alokasi anggaran untuk Program Keluarga Harapan (PKH). Dari tahun lalu Rp1,05 miliar menjadi Rp5 miliar.
Namun, Fajar mengingatkan, Kalsel butuh solusi jangka panjang. "Ketergantungan pada tambang harus dikurangi secara perlahan. Sektor lain harus didongkrak. Yakni pariwisata dan industri," tegasnya.
Penting dicatat, sekalipun angka kemiskinan Kalsel jauh dibawah angka nasional, tingkat pengangguran justru lebih mengkhawatirkan. Tingkat pengangguran nasional mencatatkan angka 5,34 persen. Sedangkan di Kalsel sudah mencapai 4,5 persen.
Fajar tak menampiknya. "Beberapa tahun terakhir, Kalsel fokus pada penurunan angka kemiskinan. Tahun ini, paling tidak tahun depan, harus fokus pada masalah pengangguran," pungkasnya. (fud/ema)