JAKARTA – Tertibnya penyetoran iuran oleh badan usaha dari kegiatan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) maupun gas membuat pendapatan negara bukan pajak (PNBP) BPH Migas pada 2018 melampaui target. Total PNBP BPH Migas tahun lalu mencapai Rp 1,35 triliun atau 142,21 persen dari target Rp 950 miliar.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M. Fanshurullah Asa mengatakan, capaian tersebut merupakan yang terbesar sejak 2006. ”Kami terus memperketat pengawasan kepada badan usaha untuk bisa membayar iuran. Jika tidak membayar, mereka mendapat sanksi. Sehingga badan usaha bisa lebih tertib,” terangnya kemarin (1/1).
PNBP BPH Migas berasal dari dua jenis pendapatan. Salah satunya adalah pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM yang berkontribusi sebesar 70 persen. Sisanya, 30 persen, berasal dari kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa.
Badan usaha yang menyalurkan BBM diwajibkan membayar fee atau iuran wajib kepada BPH Migas. Besaran iuran mencapai 0,3 persen dari setiap penjualan BBM nonsubsidi dengan volume sampai 25 juta kiloliter (kl) per tahun. Untuk volume penjualan 25 juta–50 juta kl per tahun, dikenakan iuran 0,2 persen. Untuk penjualan lebih dari 50 juta kl, dikenakan iuran 0,1 persen. Saat ini di Indonesia ada lebih dari 200 badan usaha penyalur BBM seperti Pertamina, AKR, Total, maupun Shell.
Sementara itu, serapan anggaran BPH Migas pada 2018 mencapai 92 persen dari alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mencatatkan realisasi anggaran hampir 90 persen dan masih bergerak. Sebesar 54 persen atau Rp 3,6 triliun anggaran Kementerian ESDM pada 2018 digunakan untuk belanja publik fisik program yang menyasar langsung rakyat kecil. Program-program tersebut, antara lain, penyediaan jaringan gas kota dan konversi minyak tanah ke elpiji. Ada pula penyediaan converter kit untuk nelayan kecil, penerangan jalan umum (PJU), lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) untuk masyarakat daerah pelosok, dan sumur bor di wilayah sulit air.
”Dalam 10 tahun terakhir sejak 2009, baru kali ini penyerapan anggarannya telah mencapai 87 persen dari total anggaran Rp 6,6 triliun,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial. (vir/c11/fal)