• Senin, 22 Desember 2025

Pengusaha Ingin Rupiah Stabil

Photo Author
- Rabu, 9 Januari 2019 | 06:46 WIB

JAKARTA – Nilai tukar rupiah hingga akhir perdagangan kemarin (8/1) berhasil mempertahankan penguatan atas dolar Amerika Serikat (USD). Berdasar kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), uang garuda tercatat mengalami penguatan 74 poin ke level 14.103 per USD.

Kendati menunjukkan tren apik, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengaku tidak berharap lebih pada pergerakan rupiah. Hanya, pihaknya menginginkan adanya stabilitas pada nilai tukar.

"Pengusaha kalau naiknya kekencangan serbasalah, turunnya kekencangan juga serbasalah. Penginnya itu stabil. Kalau naik-turunnya cepat, kita repot bikin planning-nya karena sulit menentukan asumsi. Mungkin banyak yang bilang rupiah menguat kencang itu bagus. Bagi pengusaha, tidak selalu begitu," ujarnya di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa (8/1).

Bahkan, lanjut Rosan, bagi pengusaha yang berbasis ekspor, penguatan rupiah bukan kabar baik. Asumsi mereka terhadap nilai jual akan tidak tepat sasaran. Sebab, fluktuasi nilai tukar yang berlebihan malah membuat para pelaku usaha kebingungan.

"Mungkin untuk kita yang orientasinya ekspor, mungkin kurang happy juga dengan penguatan yang begitu kencang. Ya seperti komoditas batu bara. Mereka mah turunnya lumayan kencang. Mungkin pengusaha maunya yang seperti itu, stabil," tegasnya.

Ekonom Maybank Myrdal Gunarto mengatakan, rupiah bisa menguat ke range level 13.700-14.000 per USD. Diperkirakan uang garuda melanjutkan tren penguatan dengan didorong arus masuk uang asing seiring aksi investor global kembali masuk ke pasar keuangan negara berkembang. "Yang memiliki imbal hasil menarik dan valuasi bagus dengan latar belakang ekonomi yang cukup stabil dan solid," paparnya.

Beberapa hari terakhir, rilis data ekonomi global mengecewakan dan imbal hasil obligasi AS semakin turun karena ekspektasi kenaikan bunga The Fed yang lebih longgar. "Foreign inflow dari hasil lelang surat utang negara (SUN) pemerintah juga berdampak positif pada penguatan rupiah nanti," imbuhnya.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) akan menguat mengikuti tren tersebut. Ada beberapa sektor yang perlu diperhatikan. Yakni, sektor keuangan, infrastruktur, dan consumer goods.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan, keperkasaan rupiah bisa dilacak dari pelemahan ekonomi global di AS dan Tiongkok yang membuat investor memindahkan dana ke negara berkembang. Indikatornya, dolar AS melemah terhadap hampir seluruh mata uang dominan lain. Dollar index menurun 1,25 persen dalam sebulan terakhir sehingga berada di level 96.

Kondisi itu mirip dengan pascakrisis global 2008. "Di mana resesi AS menjadi berkah bagi negara berkembang karena masuknya capital inflow yang cukup deras," jelasnya.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, penguatan rupiah diwarnai optimisme atas prospek hasil negosiasi untuk mengakhiri sengketa dagang AS dan Tiongkok. Juga, perubahan sikap chairman FOMC The Fed atas lintasan suku bunga AS ke depan.

Tidak seperti sebelumnya yang tegas akan menaikkan suku bunga dua kali pada 2019, setelah jatuhnya harga saham di AS, The Fed menyiratkan akan lebih fleksibel. Sejak Desember 2017, The Fed melepaskan kembali surat-surat berharga yang diterbitkan swasta.

Awalnya, semua dibeli The Fed untuk mengatasi krisis keuangan 2008. Saat itu terjadi penarikan likuiditas dari sistem keuangan. Surat berharga milik swasta yang ada pada neraca The Fed sampai saat ini baru turun ke USD 3,86 triliun per Januari 2018 dari USD 4,2 triliun yang bertahan sejak Januari 2014.

Berbagai indikator manufaktur di Eropa dan Tiongkok semakin menunjukkan kemerosotan, mengindikasikan bahwa perang dagang menimbulkan efek negatif. Kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang, perubahan kebijakan The Fed, dan berbagai perkembangan data ekonomi tersebut mendorong pelemahan nilai tukar dolar AS secara broad-based. "Menjadi sentimen positif," ungkapnya.

Meski rupiah saat ini menguat, pengusaha tetap waspada terhadap volatilitasnya. Sebab, ketidakpastian masih bisa terjadi. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, sikap Presiden AS Donald Trump masih akan memengaruhi aliran dana yang pada akhirnya menjadi penentu pergerakan nilai tukar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB
X