BALIKPAPAN- Harga emas terus menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin berinvestasi logam mulia. Namun, apakah momentum ini tepat untuk berinvestasi? Sebelum harga naik lagi dan naik lagi.
Pada Senin (3/8), perdagangan logam mulia Antam berhasil menyentuh Rp 1,028 juta per 1 gram. Kondisi serupa juga tampak pada harga pembelian kembali (buyback) emas Antam yang menyentuh Rp 927 ribu per gram.
Pengamat Ekonomi Balikpapan Didik Hadiyatno mengatakan, pada akhir Maret hingga awal Mei 2020 harga emas terus menunjukkan kenaikan. Pada akhir Maret harga komoditas tersebut masih di kisaran Rp 700.000 per gram kemudian merangkak naik di angka sekitar Rp 870.000 per gram pada awal Mei. Sempat turun di Juni lalu, kemudian kembali melonjak memasuki akhir Juni.
“Jika melihat pergerakan yang ada sebelumnya, data menunjukkan potensi kenaikan itu paling lama 1-2 bulan. Melihat hal itu, cukup berisiko bagi masyarakat yang memiliki kelebihan dana membeli emas untuk berinvestasi. Sekarang harga tinggi, belum tentu besok meskipun trennya naik,” ujarnya, Senin (3/8).
Begitupun terkait dengan tren kenaikan saat ini, Teguh menjelaskan pada dasarnya harga emas berbanding terbalik seperti dengan kebijakan moneter, nilai tukar rupiah. Jika kurs rupiah terapresiasi, maka mestinya harga emas turun. Namun yang terjadi saat ini anomali. Ketika nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan justru harga emas naik.
“Kondisi yang terjadi saat ini merupakan sentimen pelaku pasar yang menganggap ada suatu risiko. Lebih mengarah ke nuansa spekulatif yang mengharapkan return dari perubahan harga emas,” katanya.
Selain itu, ia menduga naiknya harga emas juga dipengaruhi kondisi di Singapura yang mengalami resesi serta perekonomian Indonesia pada triwulan III yang diproyeksikan akan mencatatkan pertumbuhan negatif. Hal itu besar kemungkinan berimbas pada psikologi pelaku pasar.
“Kuartal III ini akan menjadi kunci apakah akan lepas dari jurang resesi atau tidak. Pemerintah Indonesia kita lihat cukup memprioritaskan ekonomi yang harapannya akan menyelamatkan perekonomian. Jika berhasil diselamatkan, risiko perekonomian diperkirakan akan turun pada kuartal III dan IV sehingga akan berimbas ke harga emas. Potensi emas akan naik terus itu kecil,” ujarnya.
Namun, tak heran semakin ke sini emas menjadi pilihan berinvestasi. Emas memiliki sifat likuid di mana mudah dijual kembali. Bahkan, untuk menjual emas tidak perlu proses yang susah dan lama. Pasalnya, emas bisa langsung dijual di toko-toko emas terdekat dan dapat dijual sesuai dengan harga emas di hari tersebut.
"Kalau emas, harganya cenderung stabil bahkan naik terus. Jadi paling aman untuk menabung, ya emas. Tapi saat ini ya dilihat dulu. Angka saat ini memang cenderung tinggi. Kalau buyback tidak apa-apa," jelasnya.
Selain itu, harga emas juga berpotensi naik apabila terjadi guncangan ekonomi. Pasalnya, investor memburu aset aman untuk melindungi investasinya. Jika melihat gambaran ekonomi global maupun domestik saat ini, sudah bukan rahasia lagi jika pandemi menekan pertumbuhan ekonomi hampir semua negara.
Bahkan, beberapa negara sudah masuk jurang resesi. Indonesia sendiri, diprediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 di rentang minus 3,54 persen hingga 5,08 persen dengan titik tengah 4,3 persen.
Ia menambahkan layaknya instrumen investasi lainnya, harga emas berpotensi naik juga turun. Namun, penurunan emas tidak tajam dibandingkan dengan aset berisiko. "Apakah kemudian harganya akan naik, iya. Apakah kemungkinan harga turun, iya. Hanya saja sebagai lindung nilai mata uang, logam mulia mulai menarik," katanya. (aji/ndu/k15)