• Senin, 22 Desember 2025

Bea Masuk Hambat Pengembangan Industri Alkes, Impor Lebih Murah daripada Produksi Dalam Negeri

Photo Author
- Rabu, 3 Juli 2024 | 12:31 WIB
ilustrasi alkes
ilustrasi alkes

 

JAKARTA – Pengembangan industri kesehatan dalam negeri terhambat sejumlah kendala. Kondisi itu mengakibatkan biaya sejumlah layanan kesehatan di Indonesia lebih mahal sehingga tidak sedikit warga yang memilih berobat ke luar negeri.

Ihwal industri kesehatan dalam negeri tersebut dibahas dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta (2/7). ”Beliau (Presiden Jokowi, Red) berpesan industri (farmasi) dalam negeri dibangun supaya lebih siap kalau ada pandemi lagi,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seusai mengikuti ratas.

Menurut dia, pembangunan industri kesehatan dalam negeri tidak kunjung maju karena ada beberapa hambatan. Pihaknya memberikan masukan, dari sisi perdagangan, masih ada inefisiensi. Itu menimbulkan peningkatan harga yang tidak rasional dalam pembelian alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan. ”Saya juga bicara mengenai perpajakan. Bagaimana supaya dibikin lebih efisien,” bebernya. Dia menambahkan, antara menjaga pendapatan pemerintah dari pajak dan meringankan beban industri harus seimbang.

Koordinasi antarmenteri perlu dilakukan. Ketika Kemenkes membutuhkan 10 ribu alat USG, misalnya, sebanyak 4 ribu di antaranya akan dibuat dalam negeri. Namun, industri dalam negeri kesulitan karena lebih murah biaya impor USG yang sudah jadi daripada membeli komponen pendukung untuk pembuatan USG dalam negeri. ”Bea masuk USG impor 0 persen. Kalau ada pabrik dalam negeri beli bahan baku USG dikenai pajak 15 persen,” ungkapnya. Itulah yang membuat industri kesehatan dalam negeri mahal.

Budi mengaku telah berbicara dengan pelaku industri kesehatan dalam negeri. ”Mereka bilangnya kalau mau mendorong (industri dalam negeri), tolong policy-nya disesuaikan,” tuturnya. Harapannya, industri dalam negeri menjadi lebih kompetitif setelah ada dukungan pemerintah.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Agus Gumilang mengatakan bahwa presiden memberi waktu dua minggu agar masing-masing kementerian merumuskan tata kelola industri kesehatan yang baik. ”Arahannya, masyarakat harus mendapatkan layanan kesehatan yang baik dengan harga terbaik,” tandasnya. 

 

RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Kemarin merupakan jadwal penyerahan daftar inventaris masalah (DIM) RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM) oleh Kemenkes ke Komisi IX DPR RI. Jadwal itu mundur sepekan. ”Pemerintah telah menyusun DIM RUU POM sejumlah 793. Substansi RUU POM yang diusulkan prinsipnya telah terakomodasi dalam berbagai undang-undang,” kata Budi.

Salah satunya adalah UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dia menyebut pemerintah tidak perlu mengatur pengawasan obat dan makanan dalam aturan tersendiri. ”Dalam UU 17/2023 telah diatur soal sediaan farmasi, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, yang memuat penggolongan obat dan obat bahan alam, standar produksi, distribusi, dan peredaran,” kata Budi. Selain itu, ada UU 18/2012 tentang Pangan yang mengatur juga soal pangan olahan yang menjadi salah satu subjek dalam RUU POM. (lyn/c6/fal)

 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Jawapos

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB
X