Syukurlah, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen—terkecuali barang mewah—dibatalkan. Persoalannya, pemerintah terlambat mengumumkan. Sebelum pergantian tahun, harga-harga komoditas di pasar terlanjur naik.
*****
BANJARMASIN – Sementara kita tahu, dalam hukum ekonomi, harga yang kadung naik bakal susah dikerek turun. Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalimantan Selatan, Akhmad Murjani menyatakan ini sangat merugikan masyarakat. Dan, pemerintah harus memikirkannya.
Kondisi ini tidak hanya terjadi di Banjarmasin, tapi juga banyak daerah di Indonesia. "Solusinya, pemerintah pusat harus membuat surat pemberitahuan ke seluruh pabrik, agen, distributor, dan pedagang untuk tidak memberlakukan PPN 12 persen," tegasnya, Ahad (5/1).
"Kasihan masyarakat, sudah senang mendengar kabar PPN batal naik, kok di lapangan harga barang-barang tetap naik," sambungnya.
YLK meminta fenomena ini tidak dibiarkan. Pengawasan di pasar harus dilakukan berjenjang, dari pemprov sampai pemkot dan pemkab. Sehingga para pedagang tidak semaunya menaikkan harga jual.
Baginya, pernyataan bahwa pedagang terpaksa menaikkan harga lantaran agen maupun distributor sudah menaikkan harga adalah alasan klasik. "Dalam posisi ini yang dirugikan adalah konsumen atau masyarakat," katanya.
"Pemerintah pusat sudah berjuang mempertahankan PPN tetap 11%, kok begitu enak pedagang menerapkan 12%," lanjutnya. Bahkan, Murjani menyatakan, kalau perlu dijatuhkan sanksi bagi pelanggar.
"Sangat bagus kalau dibentuk satuan tugas (Satgas) pengawasan harga. Mereka bisa turun mengecek dan mempublikasikan pelanggar yang dijatuhi sanksi," tutupnya.(*)