Kondisi okupansi hotel di Balikpapan saat ini mengalami penurunan, dengan angka okupansi hanya mencapai 20 persen.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan Soegianto menyebutkan, bahwa mayoritas tamu yang datang merupakan individu yang sedang melakukan perjalanan bisnis selama 1-2 hari, bukan rombongan atau keluarga yang biasanya mengisi hotel dalam jumlah lebih besar.
Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Kaltim Ikut Turun karena Ekonomi Nasional Melambat
"Kondisinya ya begini semakin turun. Hanya tamu individu yang menginap, dan itu pun hanya untuk urusan bisnis sejenak. Sementara rombongan dan wisatawan keluarga hampir tidak ada," ungkap Soegianto.
Soegianto menambahkan bahwa penurunan okupansi ini tidak hanya terjadi di Balikpapan, namun juga merata di seluruh daerah. Pencetus utama dari permasalahan ini, adalah melambatnya perekonomian yang berimbas pada sektor pariwisata.
Selain itu, regulasi terbaru yang dikeluarkan pemerintah juga ikut memperburuk keadaan dengan membatasi berbagai kegiatan yang dapat dilakukan di hotel.
"Kami melihat situasi ini mirip dengan masa-masa awal pandemi Covid-19, di mana tidak ada aktivitas apapun yang terjadi di lini perhotelan. Jika pemerintah tidak segera melakukan perubahan terhadap regulasi ini, kami khawatir industri pariwisata, khususnya perhotelan, akan semakin terpuruk," tambahnya.
Yang mana, tak dipungkiri dengan penurunan okupansi tentu akan berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Soegianto, sektor pariwisata dan perhotelan juga sebagai kontributor penting bagi PAD Balikpapan, dan penurunan drastis dalam jumlah tamu hotel dapat mengurangi pendapatan daerah secara signifikan.
Selain itu, Soegianto juga menyebutkan bahwa agenda buka puasa bersama (bukber) yang biasanya menjadi ajang ramai di hotel-hotel Balikpapan, kini ikut terkerek dari tahun sebelumnya. Tamu yang datang kebanyakan adalah para tamu loyal.
"Meski tak bisa memberikan angka pasti, kami melihat adanya penurunan dalam jumlah pengunjung untuk buka puasa bersama. Hal ini tak lepas dari kebijakan efisiensi yang diterapkan oleh pemerintah maupun para pengusaha," ujarnya.
Di sisi lain, hotel-hotel yang terletak jauh dari pusat hiburan atau mal mengaku kurang menikmati dampak positif dari momen buka puasa bersama, karena tamu lebih memilih untuk menginap dan berbuka puasa di hotel-hotel yang dekat dengan mal dan pusat keramaian.
Soegianto berharap pemerintah dapat segera mengevaluasi regulasi yang ada dan memberikan kelonggaran agar sektor perhotelan dapat kembali beroperasi dengan optimal, serta menghidupkan kembali industri pariwisata yang mengalami tantangan selama beberapa bulan terakhir.
"Ya, yang bisa kami sanpaikan semoga regulasi dan larangan itu bisa diubah. Karena itu mencekik industri pariwisata, terutama perhotelan. Apalagi di Balikpapan maupun Kaltim kan masih bergantung terhadap kegiatan pemerintahan, jika semua dilarang ya pariwisata tidak berjjalan baik dan selanjutnya berdampak pada kehidupan karyawan," pungkasnya. (*)