• Senin, 22 Desember 2025

Mungkinkan Membangun Rumah di Samarinda dengan Bergaji UMR?

Photo Author
- Sabtu, 21 Juni 2025 | 08:35 WIB
Lahan kosong di kawasan Palaran ini ditinjau Wali Kota Samarinda yang rencananya jadi sekolah rakyat. Di Palaran harga tanah masih terjangkau.
Lahan kosong di kawasan Palaran ini ditinjau Wali Kota Samarinda yang rencananya jadi sekolah rakyat. Di Palaran harga tanah masih terjangkau.

Punya rumah pribadi sering terasa seperti mimpi jauh bagi mereka yang bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Di Samarinda, UMR berkisar Rp3 juta per bulan, sementara harga rumah terus merangkak naik. Tapi benarkah gaji pas-pasan berarti harus menyewa rumah selamanya? Jawabannya: tidak.

Dengan strategi yang tepat, orang dengan penghasilan terbatas tetap bisa punya rumah tanpa bergantung pada bantuan pemerintah. Kuncinya bukan di besar kecilnya gaji, tapi bagaimana cara mengelola uang dan membangun kebiasaan finansial yang sehat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023 mencatat bahwa sekitar 47 persen pekerja di Indonesia menerima upah di bawah UMP nasional, yang rata-ratanya saat itu sekitar Rp2,92 juta. Ini berarti puluhan juta orang menghadapi tantangan yang sama: penghasilan terbatas, tapi kebutuhan tempat tinggal tetap mendesak.

Tak heran, kekurangan unit rumah atau biasa disebut backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit—dan menariknya, lebih dari 90 persen backlog itu berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Meski demikian, BPS juga mencatat bahwa lebih dari 80 persen rumah tangga di Indonesia tinggal di rumah milik sendiri. Artinya, meskipun tidak mudah, masih banyak orang bergaji kecil yang berhasil punya rumah, berkat strategi cerdas dan perencanaan yang tekun.

Salah satu strategi realistis adalah membeli tanah terlebih dahulu. Di wilayah pinggiran Samarinda seperti Palaran, Loa Janan, atau Sambutan, harga tanah kavling masih terjangkau—mulai dari Rp30 juta hingga Rp50 juta untuk ukuran 100 meter persegi. Setelah punya lahan, rumah bisa dibangun bertahap, sesuai kemampuan. Ini sejalan dengan teori incremental housing dari arsitek John F.C. Turner, yang menyarankan pembangunan rumah dilakukan pelan-pelan oleh pemiliknya, bukan sekaligus.

Dengan gaji Rp2 juta dan menyisihkan Rp400 ribu per bulan, dalam 5 tahun bisa terkumpul hampir Rp25 juta—cukup untuk uang muka tanah atau bangun dinding awal rumah. Teori time preference of money dalam ekonomi juga menegaskan bahwa uang yang ditabung sekarang bisa tumbuh nilainya di masa depan, apalagi jika disimpan dalam instrumen seperti emas atau reksa dana pasar uang.

Tentu memang tidak sesederhana itu. Ada saja keperluan-keperluan mendadak yang bisa saja menguras tabungan anda. 

Menambah penghasilan juga menjadi bagian penting dari strategi. Buku Multiple Streams of Income karya Robert G. Allen menyarankan agar orang tidak bergantung hanya pada satu sumber penghasilan. Di era digital, banyak peluang kerja sampingan: jualan online, jasa antar, freelance, hingga jadi content creator.

Yang juga krusial adalah gaya hidup. The Millionaire Next Door, buku karya Thomas J. Stanley, menunjukkan bahwa orang yang sukses secara finansial justru hidup sederhana dan menghindari utang konsumtif. Jadi, kalau kamu ingin punya rumah, tahan dulu keinginan beli motor mahal, gadget baru, atau langganan streaming yang jarang ditonton.  

Membeli rumah di Samarinda dengan gaji UMR (Upah Minimum Regional) memang mungkin, tetapi membutuhkan perencanaan yang matang dan disiplin dalam mengelola keuangan. Kesimpulannya, gaji kecil bukan alasan untuk menyerah. Dengan pola pikir yang benar, disiplin menabung, membangun rumah bertahap, dan mengelola gaya hidup, rumah pribadi bukan lagi sekadar impian. (beb)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB
X