"Tiket belum bisa dijual," ujar petugas saat itu.
"Kenapa?," tanya saya.
"Bandaranya masih ditutup. Tunggu info satu jam lagi," jawabnya.
Bandara Srinagar memang 'buka-tutup'. Tergantung keadaan keamanan Kashmir. Lagi tegang atau tidak.
Saya disuruh menunggu. Robert terus merayu saya. Untuk tidak usah ke Kashmir. Yang terbukti lagi tidak aman itu.
"Bandara sudah dibuka. Silakan," ujar petugas.
Kami pun membeli tiket. Terbang satu jam lebih. Ke arah utara.
Tiba di Kashmir saya mendapat info. Siang nanti kemungkinan besar bandara ditutup lagi.
Kami pun cepat-cepat cari taksi. Ingin keliling kota Srinagar. Yang di tengahnya ada danau besar yang indah. Saya ingin ke pusat perdagangan karpetnya. Yang terkenal itu.
Ternyata kota Srinagar seperti mati. Semua toko tutup. Tidak terlihat ada lalu-lalang mobil. Tidak ada manusia melintas di jalan.
Di beberapa sudut kota pemuda berkelompok. Saling berbisik. "Mereka akan bergerak," kata sopir taxi. Suasana mencekam.
"Mereka ingin merdeka dari India," tambahnya.
Kami terus menyusuri pinggiran danau. Ke luar kota Srinagar. Menuju pusat perdagangan karpet. Hanya lihat-lihat sebentar. Bertanya-tanya sedapatnya.
Lalu lapar.
Belum makan. Pun belum sarapan.