Sempat menyentuh level terendah pada September 2020 di angka USD 49,42 per ton, harga acuan batu bara terus mengalami perbaikan. Tren apik ini didukung oleh permintaan ekspor dari Tiongkok dan mulai pulihnya industri di Jepang dan Korea Selatan.
SAMARINDA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA bulan ini sebesar USD 55,71 per ton. Harga acuan ini naik 9,23 persen dibandingkan Oktober 2020 yang kala itu berada di level USD 51 per ton. Perbaikan harga ini diprediksi akan terus terjadi sampai akhir tahun seiring pulihnya aktivitas industri di berbagai negara.
Pengamat Pertambangan Batu Bara Eko Priyatno mengatakan, fluktuasi harga emas hitam sepanjang tahun ini merupakan hal biasa. Turun harga batu bara bisa dalam, sedangkan naiknya perlahan-lahan. Menurutnya, pertambangan sulit naik karena banyak alternatif energi lain. Sehingga, wajar jika harganya semakin fluktuatif, disesuaikan dengan supply dan demand.
Namun, dia optimistis harga batu bara akan terus membaik dan tentunya bakal berdampak besar terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi Kaltim. Bahkan pada pengujung tahun, harganya cenderung membaik seiring permintaan yang meningkat. Perbaikan pada triwulan IV merupakan lanjutan dari perbaikan pada triwulan III.
“Harga emas hitam kini memang sedang mengalami peningkatan dan akan terus berlanjut sampai pengujung tahun. Namun, secara menyeluruh kita tetap harus berhati-hati karena kemungkinan penurunan tetap ada,” terangnya, Kamis (12/11).
Terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, struktur ekonomi Kaltim 46 persen masih berasal dari pertambangan batu bara. Sehingga, pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada kinerja emas hitam.
Pada tahun depan, ekonomi Kaltim diprediksi tumbuh lebih baik seiring kinerja pertambangan yang akan mengalami pertumbuhan. Dimulai pada akhir tahun ini. “Seiring banyaknya permintaan pada akhir tahun, akan mendorong kinerja ekspor Kaltim. Sehingga, pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik,” tuturnya.
Tutuk menjelaskan, peningkatan kinerja ekspor seiring mulai membaiknya perekonomian di negara tujuan utama ekspor seperti Tiongkok, India, dan negara Asia lainnya. Permintaan komoditas utama ekspor Kaltim, akan mulai meningkat seiring dengan kebutuhan industri dan konsumsi di negara mitra dagang utama.
“Sehingga kinerja pertambangan masih baik di pengujung tahun yang membawa pertumbuhan ekonomi Kaltim ke arah yang positif,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menuturkan, sinyalemen positif atas permintaan pasar (batu bara) ikut mendongkrak kenaikan HBA pada November. Belum lagi meningkatnya permintaan Tiongkok karena tingginya harga batu bara domestik Tiongkok ketimbang harga impor.
Agung menambahkan pulihnya industri di Jepang dan Korea Selatan turut memengaruhi peningkatan permintaan batu bara global. Naiknya permintaan batu bara di beberapa negara menyebabkan naiknya rata-rata indeks bulanan penyusun HBA, yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900.
Semenjak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global, pergerakan HBA mengalami fluktuasi. HBA sempat menguat sebesar 0,28 persen ke angka USD 67,08 per ton pada Maret 2020 dibandingkan Februari 2020 yang dipatok USD 66,89 per ton.
Kemudian, HBA terus mengalami pelemahan ke angka USD 65,77 per ton pada April dan USD 61,11 per ton pada Mei. Selanjutnya, pada Juni 2020, HBA turun ke angka USD 52,98 per ton, Juli USD 52,16 per ton, dan Agustus USD 50,34 per ton. Sempat turun di bulan September menjadi USD 49,42 per ton, HBA kembali menguat di bulan Oktober dan November 2020.