Berdasar riset IPW, minat masyarakat untuk membeli properti sebesar 68,09 persen. Namun, ada beberapa faktor yang membuat masyarakat menunda membeli properti. Di antaranya, besarnya uang muka, tingginya suku bunga, besarnya pajak, dan biaya transaksi. ”Pasar properti saat ini bukan kehilangan daya beli. Masyarakat hanya menunda,” terangnya.
Terlebih tidak semua bank dan lembaga pembiayaan mendapatkan fasilitas tersebut. Bank dan lembaga keuangan yang berhak membebaskan uang muka wajib memenuhi sejumlah kriteria kesehatan, baik rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) maupun rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF).
“Ketentuan itu bertujuan mendorong kredit, tapi tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Kebijakan ini berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021,” jelas Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Tak hanya memberikan insentif dari sisi konsumen, bank sentral sebenarnya juga berusaha mendorong bank untuk lebih ekspansif membantu pengembang dengan menghapuskan ketentuan pencairan bertahap properti inden.
Selama ini pengembang memang mendapatkan kucuran kredit secara bertahap sesuai perkembangan proyeknya. Pencairan kredit kepada pengembang diberikan sepenuhnya setelah proyek selesai digarap. Kini ketentuan tersebut juga dihapus sehingga pengembang bisa memperoleh pencairan kredit sekaligus.
Sementara itu, terkait penurunan suku bunga acuan, tutur Perry, ini merupakan wujud komitmen bank sentral memberikan dukungan ke pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN 2021. Penurunan BI7DRR diharapkan mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan sehingga mempercepat pemulihan ekonomi dari tekanan pandemi Covid-19.
BI optimistis pemulihan perekonomian global makin baik sejalan dengan vaksinasi Covid-19 di banyak negara untuk membangun herd immunity dan mendorong mobilitas. Stimulus tersebut juga memastikan berlanjutnya stimulus kebijakan fiskal dan moneter.
Dengan penurunan suku bunga acuan, BI mendesak perbankan menurunkan suku bunga perbankan. Pria asal Sukoharjo itu menilai penyesuaian suku bunga perbankan dengan penurunan suku bunga acuan masih berjalan lambat. Sepanjang 2020, suku bunga kredit perbankan baru turun 83 bps menjadi 9,7 persen. Padahal, pihaknya sudah terus menurunkan suku bunga acuan kebijakan moneter.
“Lambatnya penurunan suku bunga kredit disebabkan masih tingginya SBDK (suku bunga dasar kredit) perbankan yang selama 2020 baru turun 75 bps menjadi 10,11 persen. Sehingga spread terhadap BI7DRR maupun suku bunga deposito mencapai 6,36 persen dan 5,84 persen,” paparnya.
Secara khusus Perry menyoroti tingginya SBDK bank-bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Setelah bank BUMN, SBDK tertinggi ada di kelompok bank pembangunan daerah (BPD). ”Tercatat SBDK bank-bank BUMN mencapai 10,79 persen,” tegasnya. (ctr/ndu/k8)