JAKARTA - Pelaku usaha pertekstilan dalam negeri masih tertekan dengan penetrasi produk tekstil impor yang tinggi. Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) mengaku kondisi tersebut membuat kinerja industri lokal terus merugi.
Ketua Umum APSYFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, dominasi produk impor di pasar dalam negeri membuat industri tekstil lokal masuk dalam kategori terburuk selama dua dekade terakhir. Bahkan, APSYFI tidak berekspektasi tinggi terhadap Ramadan dan Lebaran yang seharusnya menjadi momentum penting bagi perusahaan tekstil. ”Ada harapan sedikit, tapi optimisme sangat kecil. Harapan itu tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya karena barang impor sudah sangat banyak gitu,” ujarnya.
Baca Juga: Wow! Harga Minyak Kratom Tembus Rp 2 Juta per 50 Mililiter
Menurut Redma, dominasi produk impor ikut menguasai market share momen Lebaran. Dimana 60-70 persen barang yang ada di pasaran bukan merupakan produksi lokal. Redma membeberkan bahwa inti permasalahan teksil impor belum disentuh oleh pemerintah.
”Sebetulnya, konsumsi tidak negatif, tetap ada pertumbuhan, tapi tidak terlalu besar. Pertumbuhan konsumsi yang tidak banyak itu diisi oleh barang-barang impor yang cukup besar, jadi penjualan domestik kita turun tajam,” bebernya.
Di sisi lain, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengamini bahwa masalah industri tekstil masih terkait pengendalian impor. Dia berharap kedepannya pengetatan penjualan baju bekas impor impor ilegal atau thrifting tetap dilakukan.
Febri menambahkan, banyak produk pakaian bekas impor di pasar nasional membuat banyak tekstil lokal sulit masuk ke pasar. Dia juga menyebut pada momentum pemilu kali ini, produk tekstil pun tidak banyak digunakan.
”Produk yang dari manufaktur ini yang juga jadi pertanyaan. Sebab kalau pemilu Februari 2024 produksi naik di Desember, produksi dilakukan di Desember," tutur dia.
Menurut Febri, ada kemungkinan industri tekstil pada Februari menghabiskan stok produk, sehingga produksinya tidak meningkat. Ditambah ada faktor permintaan pasar global yang ikut turun. (agf/dio)