• Senin, 22 Desember 2025

Program Pemerintah Terancam, Waspada Pekebun Karet Beralih ke Sawit di Tanah Laut

Photo Author
- Selasa, 2 April 2024 | 08:30 WIB
ilustrasi kelapa sawit
ilustrasi kelapa sawit

Para pekebun karet di Tanah Laut semakin banyak tergoda mengganti komoditas tanamannya menjadi sawit. Tidak hanya berimbas terhadap berkurangnya jumlah luasan kebun karet di Bumi Tuntung Pandang, juga mengancam keberlangsungan program pemerintah.

        ***
PELAIHARI – Terjadi kejomplangan antara pekebun karet dan pekebun sawit. Terutama dari segi penghasilan, dan lamanya bekerja. 

Pekebun karet harus bekerja setiap hari untuk menghasilkan getah karet. Sedangkan pekebun sawit hanya menunggu waktu dua pekan sekali agar buah sawitnya bisa dipanen.

Dari segi harga, sawit lebih stabil dibandingkan karet. Begitu pula soal waktu produksi, sawit hanya memerlukan 3-5 tahun untuk bisa dipanen setelah ditanam. Sedangkan untuk karet memerlukan waktu lebih lama, 5-6 tahun setelah ditanam.

Baca Juga: Perputaran Uang Selama Libur Lebaran Diprediksi Tembus Rp 157,3 Triliun

Kondisi ini menjadi alasan para pekebun karet di Bumi Tuntung Pandang beralih berkebun sawit. Muhammad Suryani dari Kecamatan Pelaihari mengungkapkan, saat ini memiliki lahan karet seluas satu hektare. Isinya sekitar 500 pohon. Kebun karet ini telah dimilikinya selama 12 tahun.

"Dalam seminggu biasanya empat kali menderes karet dengan hasil 140 kilogram. Kalau musim panas, hasilnya berkurang setengah," ungkapnya, Sabtu (30/3).

Menurutnya, harga karet cukup bersahabat saat ini. Berkisar Rp10 ribu per kilogram. Namun, kadang harganya juga cukup menyedihkan. Turun hingga Rp5 ribu per kilogram. "Dulu pernah merasakan harga karet yang cukup mahal, Rp15 ribu per kilogram." katanya.

Suryani menceritakan berbagai kesulitan yang dialaminya selama menjadi pekebun karet.

Pertama, harus bekerja setiap hari dan bergantung dengan musim. "Saat musim penghujan, tidak bisa bekerja, dan harus mencari pekerjaan lain (sampingan, red). Sedangkan saat musim panas, getahnya berkurang," ungkapnya.

Menjadi pekebun karet kerjanya harus pagi-pagi sekali. Itu jika ingin hasil karetnya lebih banyak. Selain itu, juga harus telaten.

Dari beberapa kendala itulah Suryani tertarik menanam pohon sawit. Saat ini, ia mempunyai lahan sawit sekitar 2 hektare. Sawit yang bisa dipanen seluas satu hektare. Sedangkan satu hektarenya belum bisa dipanen, karena usianya baru satu tahun. "Tertarik menanam sawit karena usia panennya lebih cepat dibandingkan dengan karet. Kalau sawit tiga tahun sudah bisa menghasilkan buah pasir (kecil, red). Sedangkan karet paling cepat lima tahun," bandingnya.

Selain usia panennya lebih cepat, hasil sawit juga cukup menggiurkan. Setiap satu hektare dalam sekali panen bisa menghasilkan seberat 3 ton atau 3.000 kilogram. Sedangkan saat musim trek alias buahnya sedang sedikit, maka berkurang setengahnya. "Dalam satu bulan itu bisa melakukan panen sebanyak dua kali. Tidak terkendala cuaca, baik musim hujan atau panas tetap bisa dipanen," ujarnya.

Saat ini harga sawit berkisar Rp2.200 per kilogram. Jadi dalam satu kali panen bisa menghasilkan Rp6,6 juta. Sedangkan kalau sedang trek bisa menghasilkan Rp3,3 juta. "Harga itu bisa saja lebih mahal, tergantung pabrik mana yang membeli sawitnya," ungkapnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB
X