BALIKPAPAN - Industri minyak dan gas (migas) Indonesia selalu menjadi perhatian utama dalam dinamika ekonomi negara. Apalagi, mengalami serangkaian tantangan yang memengaruhi kinerjanya pada kuartal pertama tahun ini.
Menurut penjelasan dari Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Hudi Suryodipuro, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab utama melesetnya lifting migas sepanjang kuartal pertama 2024.
Baca Juga: Momentum Libur Lebaran, Peluang Emas dan Tantangan
Salah satunya adalah kendala banjir yang melanda sebagian wilayah Sumatra, yang memengaruhi operasional beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) seperti Pertamina Hulu Rokan, Seleraya Belida, Tiara Bumi, PHE Kampar, PEP wilayah Rantau, Lirik, dan Adera.
"Di samping itu, ada pula permasalahan terkait pengentalan atau congeal minyak di beberapa KKKS lainnya seperti KKKS BSP dan penghentian operasi atau unplanned shutdown," sebutnya baru-baru ini.
Namun, kendala yang lebih signifikan terletak pada rendahnya permintaan gas dari industri hilir, yang secara langsung memengaruhi penyaluran gas, terutama di wilayah Jawa Timur, Natuna, dan dampak dari perpanjangan maintenance di RU V.
Hal ini sejalan dengan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang mencatat bahwa capaian lifting minyak pada periode Januari-Maret 2024 hanya mencapai 88,5 persen dari target APBN 2024. Atau 563.000 barel minyak per hari (bopd). Sedangkan, capaian salur gas kuartal pertama 2024 baru mencapai 87,7 persen, yakni 5.784 mmscfd dari target yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Ribuan Orang Mudik, Astra Bersiap Hadapi Arus Balik
Meskipun demikian, terdapat harapan akan perbaikan di masa yang akan datang. Hudi memproyeksikan bahwa kuartal kedua tahun ini bakal sesuai dengan target APBN 2024, terutama dengan dukungan dari rencana produksi ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) dari proyek Banyu Urip Infill and Clastic (BUIC).
"Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak Blok Cepu sebesar 42 juta barel. Selain itu, proyek juga mencakup pemboran 2 sumur infill carbonate yang direncanakan tahun ini, dengan target onstream tahun ini yang akan disambungkan ke fasilitas existing. Adapun, pemboran 3 sumur infill carbonate dan 2 sumur clastics akan dilaksanakan dalam rentang waktu hingga tahun 2025 dengan harapan onstream tahun 2026," bebernya.
Dalam menghadapi tantangan ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif menekankan pentingnya untuk menjaga raihan lifting migas tahun agar tidak terus mengalami tren penyusutan. Meskipun tantangan pada 2024 terbilang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun dengan kerja keras dan koordinasi yang baik antara pemerintah, SKK Migas, dan pelaku industri, diharapkan dapat tercapai peningkatan kinerja yang signifikan.
Secara keseluruhan, kuartal pertama 2024 menjadi saksi dari dinamika yang kompleks dalam industri migas Indonesia. Tantangan yang dihadapi mengajarkan pelajaran berharga tentang pentingnya adaptasi dan inovasi dalam menghadapi perubahan lingkungan, sementara harapan akan masa depan yang lebih baik tetap menggelora.
"Dengan kolaborasi yang solid dan komitmen yang kuat, industri migas Indonesia diyakini akan tetap menjadi salah satu pilar utama dalam memperkuat ekonomi negara dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan," tandasnya. (ndu/k15)
Ulil