• Senin, 22 Desember 2025

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Photo Author
Indra Zakaria
- Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB
Ilustrasi pertalite
Ilustrasi pertalite

Anggaran subsidi dan kompensasi energi berupa bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) terancam melampaui asumsi APBN. Sebab, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) diprediksi naik, menembus level USD 100 per barel. Dampak serangan Iran ke Israel.

BALIKPAPAN - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, berdasarkan pantauan yang dilakukan kementerian ESDM sejak 40 bulan terakhir terhitung pada Januari 2021 hingga 12 April 2024, harga minyak dunia mengalami fluktuasi yang cenderung meningkat setiap bulannya.

"Walaupun naik turun, tapi sebetulnya (harga minyak) naik walaupun fluktuasi. Tapi secara umum itu naik. Nah, kalau kita soroti ICP sebenarnya yang dari bulan Februari-Maret-April 2024 itu naik terus. Kenaikannya kurang lebih USD 5 per bulan," kata Tutuka, Senin (15/4).

Lebih lanjut, dia membeberkan jika harga ICP benar tembus USD 100 per barel dan kurs dolar terhadap rupiah naik menjadi Rp 15.900, maka subsidi dan kompensasi BBM akan naik menjadi Rp 250 triliun dari sebelumnya diasumsikan dalam APBN sebesar Rp 161 triliun.

"Kemudian, untuk LPG juga naik menjadi Rp 106 triliun dari asumsi sekarang ini APBN sebesar Rp 83,3 triliun. Tentunya, totalnya ini akan sangat besar kalau kita totalkan bisa sampai Rp 213 triliun," lanjutnya.

Bahkan, dia mengungkapkan total anggaran subsidi energi serta kompensasi BBM dan LPG akan makin jebol jika harga ICP tembus mencapai USD 110 per barel. Pasalnya, dengan harga ICP tersebut, maka subsidi dan kompensasi energi bisa mencapai Rp 350 triliun. "Untuk subsidi energi dan kompensasi BBM dan LPG kalau naik ke USD 110 per barel ini akan menjadi jauh lebih besar totalnya. Mungkin mencapai Rp 350 triliun tambahannya," ungkapnya lagi.

Lebih rinci, Tutuka mengatakan setiap kenaikan harga ICP yang besar, paling tidak akan berpengaruh besar terhadap subsidi LPG sekitar Rp 5 triliun, kemudian kenaikan kompensasi solar yang mencapai Rp 6,42 triliun. Di sisi lain, kenaikan harga ICP dan nilai tukar rupiah ke dollar juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai sekitar Rp 1,8 triliun.

Namun, kenaikan tersebut tak sebanding dengan kenaikan subsidi serta kompensasi BBM dan LPG yang mengikutinya. "Pertama, untuk setiap kenaikan ICP USD 1 per barel itu akan berdampak pada kenaikan PNBP sekitar Rp 1,8 triliun, tapi kenaikan subsidi kurang lebih hampir sama sekitar Rp 1,8 triliun dan kompensasi sebesar Rp 5,3 triliun,” bebernya.

“Jadi sangat besar komposisinya, kemudian untuk kenaikan kurs tambahannya itu setiap Rp 100 per dolar akan berdampak pada kenaikan PNBP sebesar Rp 1,8 triliun, tapi kenaikan subsidi energi sebesar 1,2 dan kompensasi sekitar Rp 3,9 triliun. Dari sini kita lihat ada kenaikan PNBP, tetapi untuk subsidi dan kompensasi kenaikannya jauh lebih besar," sambungnya.

Meski begitu, Tutuka belum bisa memastikan apakah kenaikan harga ICP tersebut akan berlangsung secara berkelanjutan. Pasalnya, hingga kini pemerintah masih terus akan memantau lanjutan dari serangan Iran ke Israel tersebut.

Menurut Tutuka, dalam hal ini penting bagi Indonesia untuk melihat bagaimana respons Israel usai serangan dari Iran. Selain itu, respons Amerika Serikat (AS) pun akan menjadi pengawasan Pemerintah Indonesia terkait kenaikan harga energi ini.

"Tetapi, apakah itu akan berkelanjutan atau spike (melonjak, Red), saya lebih cenderung menunggu dulu apa reaksi dari Israel dan Amerika terhadap konflik tersebut. Jadi, masih berdiskusi dan kemungkinan bisa cenderung spike untuk waktu yang tidak lama," tandasnya.

Sementara itu, mengutip Reuters, harga minyak turun pada hari Senin (15/4) karena pelaku pasar mengurangi premi risiko menyusul serangan Iran pada akhir pekan terhadap Israel yang menurut Israel hanya menyebabkan kerusakan terbatas.

Brent berjangka untuk pengiriman Juni turun 50 sen atau 0,5 persen menjadi USD 89,95 per barel pada pukul 06.30 GMT, sementara West Texas Intermediate (WTI) berjangka untuk pengiriman Mei turun 52 sen, atau 0,6 persen menjadi USD 85,14 per barel.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Jawapos

Tags

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS di Kaltim Kembali Turun

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:00 WIB
X