Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Balikpapan Marinda Dama Prianto mengumumkan, pada Mei 2024 terjadi inflasi year on year (yoy) sebesar 3,13 persen di Kota Minyak.
“Angka itu didasarkan pada indeks harga konsumen (IHK) sebesar 107,49. Inflasi yang terjadi menandakan kenaikan harga di berbagai sektor ekonomi, yang tercermin dari naiknya sepuluh indeks kelompok pengeluaran,” ucapnya.
Menurutnya, kenaikan harga terutama terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami kenaikan sebesar 5,87 persen. Itu diikuti oleh kelompok transportasi yang naik 6,31 persen, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik 4,69 persen.
Namun, ada juga kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, seperti kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga yang turun 1,17 persen. “Tingkat inflasi yang cukup signifikan itu mengindikasikan adanya tekanan harga di Balikpapan, terutama pada sektor-sektor yang mengalami kenaikan indeks,” ujarnya.
Tingkat inflasi month to month (mtm) di Balikpapan juga mencapai 0,21 persen. Sementara tingkat inflasi year to date (ytd) untuk Mei 2024 sebesar 1,42 persen. Itu menunjukkan bahwa inflasi tidak hanya terjadi dalam sebulan, tetapi telah terjadi secara bertahap sepanjang tahun.
Dalam konteks perbandingan tahunan, tingkat inflasi yoy untuk Mei 2024 sebesar 3,13 persen menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya. Pada Mei 2023 dan Mei 2022, tingkat inflasi yoy masing-masing mencapai 4,54 persen dan 4,59 persen.
Begitu juga dengan tingkat inflasi ytd, di mana Mei 2024 mencatat 1,42 persen. Lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,80 persen untuk Mei 2023 dan 2,75 persen untuk Mei 2022.
Salah satu faktor yang bisa menjadi penyebab kenaikan inflasi adalah keterbatasan lahan pertanian di Balikpapan, terutama di wilayah timur dan utara. Itu diperparah dengan masalah distribusi dan jalur logistik dari daerah asal.
“Bukan sekadar stok saja. Tetapi juga berkaitan dengan distribusi dan jalur logistik dari daerah asal. Balikpapan begitu bergantung dengan daerah luar, artinya kita mengandalkan suplai dari mereka,” ungkapnya.
Permasalahan itu menjadi lebih nyata ketika proses distribusi terganggu. Sebagai contoh, bawang merah, salah satu keperluan pokok di Balikpapan. Tidak bisa dihasilkan secara lokal. Jika terjadi gangguan dalam distribusi atau bahkan gagal panen di daerah asal, itu akan berdampak langsung pada kenaikan harga dan inflasi di Balikpapan.
Dalam menghadapi tantangan itu, Marinda menekankan, pentingnya upaya antisipasi dan kerja sama antara pemerintah daerah, produsen, dan distributor untuk memastikan ketersediaan serta stabilitas harga bahan pokok di pasar. “Kami terus melakukan pemantauan dan analisis untuk memberikan informasi yang akurat kepada pemerintah dan masyarakat tentang perkembangan harga dan inflasi,” tambahnya.
Dengan adanya pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang memengaruhi inflasi, diharapkan langkah-langkah strategis bisa diambil untuk mengendalikan tekanan harga dan menjaga stabilitas ekonomi di Balikpapan. (rom)