Pengusaha kratom di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat, mulai merasakan kekhawatiran terkait kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh pemerintah Amerika Serikat.
Hal tersebut dibeberkan langsung Andri Satria Putra, Sekretaris Jenderal DPP Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Perkrindo), yang menyebutkan kebijakan Presiden AS, Donald Trump ini berpotensi menurunkan daya beli konsumen di Amerika Serikat, pasar utama ekspor kratom Indonesia.
Baca Juga: Banjir Rendam Komoditas Andalan Kabupaten Berau, Terancam Rusak
Meski dampak langsung belum dirasakan saat ini, Andri memperkirakan bahwa efek negatifnya diperkirakan akan muncul pada pesanan bulan-bulan mendatang. "Untuk barang-barang (kontainer-kontainer kratom) yang dikirim pengusaha kratom Kalbar sudah berangkat bulan lalu, saat ini belum ada masalah apapun. Namun, pada pengiriman berikutnya tentu harus berhitung kebijakan impor 32 persen tersebut. Nah, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah antisipatif, tarif ini akan berdampak signifikan pada order berikutnya," ujarnya.
Kratom, tanaman herbal asal Kalimantan Barat, telah menjadi komoditas ekspor penting bagi Indonesia. Produk ini memang banyak diminati di pasar global, terutama di Amerika Serikat, karena manfaatnya yang dipercaya dapat membantu meredakan stres dan nyeri. Namun, dengan pemberlakuan tarif sebesar 32 persen, harga kratom di pasar Amerika dikhawatirkan akan melonjak, sehingga menurunkan daya beli konsumen.
"Kalau tarif ini tetap diberlakukan, kami (Perkrindo) khawatir permintaan dari Amerika Serikat akan menurun drastis. Ini tentu akan berdampak buruk bagi pengusaha kratom di Kalbar, meskipun saat ini belum terasa," tambah Andri.
Saat ini, para pelaku usaha kratom tengah menunggu respons dari pemerintah Indonesia untuk mencari solusi atas tantangan ini. Mereka berharap pemerintah dapat melakukan diplomasi atau negosiasi dengan pihak Amerika Serikat guna mengurangi beban tarif impor tersebut.
Dampak Potensial Terhadap Industri Kratom Lokal
Jika tidak ada langkah mitigasi, kebijakan tarif ini dapat berujung pada penurunan volume ekspor kratom dari Indonesia. Selain itu, pengusaha lokal juga harus bersiap menghadapi kemungkinan penurunan pendapatan akibat berkurangnya permintaan dari pasar utama mereka.
Andri menegaskan bahwa situasi ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah. "Kami meminta dukungan penuh dari pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif ini. Tanpa intervensi, industri kratom nasional bisa terancam," pungkasnya.
Pada tahap ini, pembeli di Amerika Serikat masih menunggu kedatangan barang kratom yang telah dikirim sebelumnya. Namun, ketidakpastian terkait tarif impor membuat masa depan industri ini semakin suram. Para pengusaha berharap solusi konkret dapat segera ditemukan agar rantai pasok kratom tetap berjalan lancar.(den)