JAKARTA — Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perubahan Harga Rupiah sebagai langkah awal untuk meredenominasi mata uang, menyederhanakan nilai dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Meskipun secara fundamental kebijakan ini disambut baik, ekonom menyoroti bahwa dampak pada perekonomian makro akan minim, sementara tantangan terbesar justru berada di tingkat administratif dan risiko inflasi di sektor ritel.
Baca Juga: Kemenkeu Siapkan Redenominasi Rupiah, Begini Saran Ekonom Agar Sosialisasi Maksimal
Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa redenominasi tidak akan banyak mengubah kondisi ekonomi makro. "Pada tingkat makro, redenominasi hanya menyederhanakan jumlah digit rupiah tanpa mengubah daya beli, harga relatif, ataupun nilai tukar riil. Dampak langsungnya adalah administratif," kata Pardede kepada JawaPos.com.
Semua nominal di dokumen keuangan, mulai dari APBN/APBD, kontrak, neraca bank dan korporasi, sistem akuntansi, hingga tarif dan pajak, akan diskalakan tiga digit lebih kecil.
Manfaat dan Biaya Administratif
Pardede menyebutkan bahwa manfaat makro yang diharapkan adalah persepsi yang lebih baik terhadap stabilitas ekonomi, efisiensi pencetakan dan pengelolaan uang, serta penyeragaman pencatatan yang dapat mengurangi kesalahan hitung dan friksi transaksi.
Namun, manfaat ini diimbangi oleh biaya transisi yang nyata, seperti pembaruan sistem pembayaran. Penyesuaian mesin kasir, ATM/EDC dan penyesuaian perangkat lunak perbankan dan korporasi.
Distribusi uang baru.
Bagi ritel dan rumah tangga, dampak langsung pada gaji, harga, dan tagihan dipandang tidak signifikan karena semuanya akan ikut diskalakan.
Masa transisi menuntut penerapan penandaan harga ganda untuk memudahkan pemahaman masyarakat, aturan pembulatan yang tegas, dan ketersediaan pecahan sen untuk mencegah kenaikan harga transaksi kecil akibat keterbatasan pecahan. “Pedoman ini tecermin dalam rancangan kewajiban pelaku usaha, penandaan harga ganda, serta ilustrasi tahapan transisi pada materi resmi,” imbuh Pardede.
Risiko Opportunistic Rounding
Di sisi lain, Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, memberikan penekanan khusus pada dampak yang berpotensi memicu inflasi di sektor ritel.