kalimantan-utara

Rp 3,8 M untuk Tangani Stunting

Kamis, 31 Januari 2019 | 13:17 WIB

DINAS Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) mengalokasikan anggaran sekira Rp 3,8 miliar untuk menangani stunting (pengerdilan) di Kaltara. Sebab, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Pemantauan Status Gizi (PSG) Stunting terjadi di dua kabupaten, yakni Nunukan dan Malinau.

Anggaran untuk lokasi khusus (lokus) daerah stunting saat ini sedang proses lelang. Percepatan dilakukan agar penanganan stunting dapat segera dilakukan. Melihat data stunting sejak 2015 sebesar 31,1 persen, kemudian 2016 naik sebesar 31,6 persen, dan 2017 naik menjadi 33,3 persen.

Kepala Dinkes Kaltara, H. Usman mengatakan sejauh ini kasus stunting mengalami tren peningkatan. Berdasarkan hasil Riskesdas dan PSG menunjukan stunting terjadi di Nunukan dan Malinau. Bahkan, nilainya mencapai 30 persen dari jumlah bayi di bawah lima tahun (balita).

Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab, penanganan stunting tidak mudah.

“Data yang dirilis Riskesdas setiap lima tahun. Hal ini yang menjadi dasar untuk menangani stunting. Sedangkan hasil Riskesdas tahun ini belum rilis,” ucap Usman kepada Radar Kaltara, Rabu (30/1).

Dijelaskan, penanganan stunting ini dilakukan dari hulu ke hilir. Dimana, intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) untuk mencukupi gizi yang diberikan tidak hanya kepada anak tetapi juga orangtua. Agar persoalan stunting yang terjadi di dua kabupaten dapat diselesaikan.

Jika perbaikan gizi melalui tambahan makanan tidak dilalukan, kondisi stunting bertambah parah. Kemudian, jika penanganan fokus pada anak, stunting tetap terjadi. Sebab, kondisi ibu sangat memengaruhi.

PMT tujuannya untuk mengatasi kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil, memberikan tablet tambahan darah untuk mengatasi anemia ibu hamil, pemberian obat cacing, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, pemberian imunisasi dan pemberian vitamin A.

“Intervensi pemberian makanan tambahan harus dilakukan. Sehingga, tidak terjadi kekurangan gizi baik ibu maupun anak. Sebab, kehamilan seorang ibu tentunya gizi harus diperhatikan,” jelasnya.

Sebagai informasi, temuan stunting yang terjadi di Nunukan dan Malinau umumnya di wilayah desa. Faktor yang membuat ibu dan anak kekurangan gizi mulai dari ekonomi, pola asuh orangtua terhadap anak hingga sistem sanitasi tempat tinggal.

“Faktor ekonomi yang pemicu utama. Karena, tidak dapat memenuhi konsumsi gizi setiap hari sehingga stunting terjadi pada anak,” pungkasnya. (akz/ana)

Tags

Terkini