kalimantan-utara

ADUH..!! Kasus Gizi Buruk di Provinsi Ini Alami Kenaikan

Sabtu, 9 Februari 2019 | 11:47 WIB

“Antara gizi buruk dan stunting tersebar merata di seluruh kabupaten/kota. Kasus tertinggi ada di Kabupaten Nunukan. Untuk gizi buruk sampai 27,6 persen. Kemudian stuntingnya 42,3 persen,” sebutnya.

Untuk penyebab kasus gizi buruk, Usman menjelaskan bahwa mayoritas dikarenakan pola asuh anak yang salah. Pola asuh yang dimaksud, terkait pemberian kurangnya asupan nutrisi yang berlangsung secara terus-menerus.

“Seperti tidak memberikan ASI ekslusif, pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini, kebiasaan memberikan jajanan yang tidak sehat, tidak menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dan sanitasi yang jelek,” katanya.

“Kalau lihat hasil penelitian, 45 persen ibu ini membiarkan anak makan makanan yang disukai tanpa memperhatikan kandungan zat gizinya. Hal seperti ini juga berbahaya,” timpalnya.

Oleh karenanya, perlu adanya penimbangan yang dilakukan ini sebagai bentuk deteksi dini gizi buruk. Ini agar tak seperti tahun 2017, gizi buruk telah berdampak kematian pada tiga balita karena disebabkan penyakit penyerta atau komplikasi klinis.

“Penyakit ini penyebabnya memang berkontribusi besar terhadap kasus gizi buruk pada balita. Seperti enam balita gizi buruk karena penyakit jantung, 39 balita gizi buruk karena TB (tuberculosis), 2 balita gizi buruk karena meningtis (radang selaput otak), 2 lainnya karena hyderocephalus (penumpukan cairan pada otak) dan 20 balita gizi buruk karena marasmus (malnutrisi akut),” jelasnya.

Di sisi lain, status ekonomi juga menjadi penyebab terbesar kasus gizi buruk. Rendahnya daya beli pada masyarakat di bawah Garis Kemiskinan (GK), dinilai sangat mempengaruhi jenis asupan gizi yang diterima anak.

“Mayoritas balita yang mengalami gizi buruk berasal dari keluarga miskin. Karena status ekonomi sifatnya menjadi penentu apa yang dikonsumsi balita,” katanya kembali.

Selain itu, balita yang terkena gizi buruk mayoritas berasal dari orang tua dengan pekerjaan swasta dan wiraswata. Kemudian pada peringkat ke dua dari orang tua dengan pekerjaan buruh. “Jenis pekerjaan itu kan memang paling banyak di Bulungan dan Nunukan. Jadi wajar memang kalau kasusnya paling banyak. Nelayan dan petani malah persentasenya lebih sedikit,” ucapnya.

“Kasus gizi buruk juga terjadi pada balita dari orang tua dengan pekerjaan PNS,” lanjutnya.

Penanganan balita yang terkena gizi buruk, dikatakannya telah menggunakan prosedur yang tetap. Baik melalui pelacakan kasus gizi buruk, perawatan di puskesmas dan rujukan ke Rumah Sakit, distribusi dan pemberian paket makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita, pemantauan kasus gizi buruk pasca perawatan hingga integrasi bersama program bantuan lain yang ditujukan untuk keluarga miskin.

“Sebenarnya kalau program pencegahan dan penanganan terhitung banyak. Karena dari pusat, provinsi sampai kabupaten/kota itu ada. Termasuk melalui dijadikannya bulam timbang ini yang cukup efektif dalam pencegahannya,” tuturnya.

Terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinkes Bulungan dr. Bagus K Sidharaharja membenarkan bahwasannya saat ini di Februari tak hanya dijadikannya bulan pemberian vitamin A. Akan tetapi, di bulan itu sekaligus menjadi bulan penimbangan oleh seluruh pelayanan kesehatan guna deteksi dini gizi buruk pada bayi dan balita di Bumi Tenguyun ini.

“Ya, memang saat ini seluruh pelayanan kesehatan tengah mengubah pola bahwa saat ini sekaligus dijadikan bulan penimbangan. Tujuannya, untuk deteksi dini gizi buruk pada bayi dan balita,” ungkapnya.

Disebutkannya juga, di Bulungan untuk target bayi dan balita yang akan disasar yaitu sebanyak 12.907 jiwa. Tentu harapannya dari sasaran itu semua dapat tercakup dengan baik tanpa adanya satupun bayi dan balita yang terlewatkan. “Kita upayakan di bulan ini semua dapat kami sasar. Itulah mengapa seluruh pelayanan kesehatan terus digalakkan,” ujarnya.

Halaman:

Tags

Terkini