kalimantan-utara

Pungli PTSL, DPR RI Sebut Ketua RT

Senin, 18 Februari 2019 | 09:19 WIB

TARAKAN – Pungutan liar (pungli) dalam pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) masih saja terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Di mana jumlahnya bervariasi antara Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. “Di sini (Kaltara) kami mendapatkan indikasi pungli, yang jelas kasusnya sama dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia,” beber anggota Komisi II DPR RI, Drs. Eddy Kusuma Wijaya, S.H, M.H, M.M, Kamis (14/2) lalu.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai dalam upaya menekan praktik pungli di pengurusan PTSL, pemerintah telah melakukan dengan maksimal. Salah satunya dengan menggelontorkan dana desa dan dana kelurahan. “Untuk meningkatkan kesejahteraan pada tahun 2015 hingga 2017 pemerintah mengucurkan dana desa sebesar Rp 1,4 miliar untuk setiap desa, bahkan jumlah itu naik pada tahun 2018 menjadi Rp 2,5 miliar, sementara untuk dana kelurahan sudah di alokasinya Rp 1,5 miliar setiap kelurahan,” bebernya.

Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa serta PP Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 43/2018 tentang Desa.

“Perangkat desa merasa kerja bakti terkait hal ini, sehingga dikeluarkan PP ini di mana gaji perangkat desa disejajarkan dengan pegawai negeri sipil (PNS) golongan II-A dengan gaji sekitar Rp 2,8 juta, jumlah ini saya rasa sudah besar,” ujarnya.

Selain itu dirinya juga mewanti-wanti agar jajaran BPN tidak melakukan pungli dalam pengurusan PTSL di tingkat bawah. “Kemarin pada saat rapat di Kabupaten Tangerang, kepala Kanwil BPN Banten mengatakan jajarannya yang turun langsung melakukan pengukuran tanah yang ikut PTSL diinstruksikan tidak boleh menerima apa pun dari masyarakat, walaupun masyarakat itu ikhlas, dikasih air putih saja tidak boleh,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Tim Kunker Kaltara Komisi II DPR RI Dr. Nihayatul Wafiroh, M.A mengatakan, tujuan mereka memastikan persoalan PTSL yang menjadi program unggulan berjalan dengan baik. “Terkait di sana-sini masih ditemukan adanya pungli, kami sudah meminta BPN mulai tingkat pusat hingga tingkat kabupaten dan kota untuk melihat langsung ke bawah, ini pungli terjadi karena apa?” tuturnya.

Kebanyakan pungli bukan dilakukan oleh petugas dari BPN, tapi dari kepala desa dan ketua rukun tetangga (RT), di mana tidak adanya dana untuk terjun langsung ke lapangan dan dana untuk melakukan pengukuran membuat mereka melakukan pungli. “Hal ini seharusnya diantisipasi bersama dengan mencarikan solusi terkait persoalan ini, sehingga program ini berjalan dengan baik. Persoalan pungli juga bisa diselesaikan,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala BPN Tarakan Timbul Tunggul Hamonangan Simanjutak mengatakan sudah menginstruksikan jajarannya untuk tidak menerima apa pun yang diberikan oleh masyarakat ketika melakukan pengukuran tanah PTSL.

“Terkait PTSL di sini (Tarakan), saya menyampaikan kepada teman-teman, staf dan yang melakukan pengukuran, untuk jangan memungut apa pun dari masyarakat, lakukan saja pengukuran sesuai tugasnya,” ujarnya.

 

PENYELIDIKAN LANJUT

Kepolisian tetap melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan pungli dalam proses pengurusan PTSL di Tarakan.

“Biar pun ada surat pernyataan tapi kami tetap akan melakukan lidik, untuk menentukan hasil ending-nyasiapa yang bertanggungjawab atas perbuatan pungutan tersebut,” kata Kasat Reskrim Polres Tarakan AKP Choirul Jusuf, Selasa (12/2).

Kepolisian akan menilai apakah pungutan membantu pengurusan PTSL, atau justru memberatkan masyarakat. Dalam penyelidikan, kepolisian juga tidak mempermasalahkan apabila nantinya diselesaikan semua pihak terkait.

“Saya sendiri belum lihat surat pernyataan tidak keberatan itu bagaimana bentuknya. Apakah itu meliputi semua orang yang ambil pungutannya, atau tanda tangan perwakilan,” tuturnya.

Halaman:

Tags

Terkini