kalimantan-utara

Pembagian Kuota Produksi Batu Bara Ditunda

Rabu, 27 Februari 2019 | 11:10 WIB

TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Irianto Lambrie menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan perusahaan batu bara di ruang rapat lantai I Kantor Gubernur Kaltara, Selasa (26/2).

Gubernur mengatakan, dari 14 perusahaan batu bara yang telah bereksplorasi di provinsi ke-34 ini bersepakat untuk belum menyepakati pembagian kuota produksi yang telah ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Itu dilakukan sambil menunggu upaya kita (pemprov) untuk meminta tambahan kuota kepada Kementerian ESDM," ujar Gubernur kepada Radar Kaltara saat ditemui usai pertemuan.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan itu, Gubernur memerintah Kepala Dinas ESDM Kaltara, Ferdy Manurun Tanduklangi untuk menemui staf khusus Menteri ESDM atau Dirjen Minerba hari ini (27/2) untuk menyampaikan aspirasi dari perusahaan pertambangan tersebut.

Tak hanya itu, Gubernur juga meminta agar Kepala Dinas ESDM meminta jadwal untuk dirinya bisa bertemu Menteri ESDM. Jika jadwal untuk bertemu itu sudah ada, pihaknya akan menginformasikan ke pimpinan perusahaan, bagi yang mau ikut mendampinginya bertemu Menteri ESDM guna menjelaskan secara objektif kondisi di Kaltara.

Menurutnya, dengan diturunkannya kuota batu bara di Kaltara dari 9 juta ton menjadi 6.250.000 ton, tentu dampak pada pendapatan daerah akan langsung tampak, yaitu berkurangnya penerimaan royalti batu bara. Bahkan, itu berpotensi besar timbulnya PHK terhadap karyawan oleh perusahaan.

"Karena dengan berkurangnya produksi ini, tentu secara otomatis tidak akan ada pekerjaan bagi karyawan-karyawan tertentu. Nah, ini yang harus dipertimbangkan secara matang," katanya.

Tak hanya itu, pengurangan kuota tersebut, secara tidak langsung akan mempengaruhi keadaan ekonomi Kaltara. Karena, pasti sangat banyak dampaknya, bahkan hingga ke tinggkat pedagang dan transportasi juga tentu akan kurang akibat dampak dari pengurangan karyawan tadi. "Kalau tahun lalu saya sampaikan seperti itu. Dan alhamdulillah ditambah kuota kita," sebutnya.

Untuk di Kaltara yang merupakan provinsi baru, tentu ada banyak perbedaan dengan provinsi baru. Dijelaskannyajika Kaltara berbeda dengan provinsi lain yang memiliki banyak penghasilan. Berbeda dengan Kaltara yang mengandalkan sektor batu bara sebagai penopang yang paling dominan untuk penghasilan masyarakat.

Ditambah lagi perusahaan dihadapkan dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Menurutnya, penting soal transparansi DMO tersebut, karena seharusnya, jika batu bara yang diproduksi tidak sesuai standar yang dibutuhkan PLN, tidak mesti harus ada kewajiban DMO.

Dengan penurunan kuota itu, Gubernur berharap Kementerian ESDM dapat menaikkan kuota batu bara jadi 12 juta ton, atau sama dengan kuota yang tahun 2017. Karena sejumlah perusahaan juga sudah ada komitmen jual beli dengan buyer di luar negeri.

"Itukan pasti akan merevisi lagi komitmen mereka untuk melakukan penyesuakan. Nah, kalau buyer membatalkan pembelian, kan kacau. Ini yang tidak diperhitungkan oleh kementerian," tuturnya.

Sementara, Direktur PT Bena Makmur, Sandrato mengatakan, perlu diketahui bahwa batu bara di Kaltara ini banyak yang kalorinya rendah. Termasuk juga ada yang suhunya tinggi. "Untuk yang suhu tinggi, kan tidak masuk ke PLN. Kalau begitu kita semua jadi sulit, karena PLN juga tidak bisa terima, padahal dia juga harus memenuhi syarat DMO," jelasnya.

Dengan dilakukannya penurunan kuota ini, ia menilai pemerintah pusat perlu melakukan pengkajian ulang. DMO yang tepat itu ditujukan kepada siapa. Artinya, untuk penambang yang kalorinya rendah, lebih baik tidak bisa dipaksakan. "Jadi setiap kebijakan itu seharusnya ada pengecualiannya," kata Sandrato. (iwk/udn)

Tags

Terkini