kalimantan-utara

Minim Sosialisasi hingga Tarif Dirasa Mahal

Senin, 20 Januari 2020 | 12:56 WIB
PENINGKATAN FASILITAS: Pelabuhan Tengkayu I Tarakan yang banyak dibenahi Pemprov Kaltara sejauh tahun lalu.

Pada persoalan ini, DPRD tidak mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi bagaimana cara agar transportasi laut atau sungai di Kaltara ini ke depannya bisa berjalan dengan baik, aman dan lancar.

"Jadi kami harapkan jika ada permasalahan jangan sampai ada setop beroperasi, karena jika itu terjadi tentu akan mengganggu pergerakan perekonomian dan aktivitas seluruh masyarkat di Kaltara ini," jelasnya.

Pastinya, dalam penetapan perda, di DPRD itu mengatur segala regulasi dan aturan yang normatif. Namun, mungkin timbul angka atau jumlah yang harus ditertibkan, OPD teknis yang akan menentukan itu, dan tentu tidak terlepas dari kajian sebelumnya.

"Untuk seperti apa penarikan retribusi itu, mungkin yang lebih tahu instansi teknisnya. Karena kami di DPRD tidak membahas angka, jadi kami minta ini dicek lagi kembali," ujarnya.

Kepala Bidang Laut pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltara Datu Iman Suramenggala menerangkan, adanya perubahan tarif pada bsrbagai aktivitas pada Pelabuhan Tengkayu I telah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Retribusi Jasa Usaha. Ia menegaskan penerapan sistem ini bukanlah kehendak Dishub Kaltara melainkan kebijakan langsung dari pejabat pembuat undang-undang. Sehingga menurutnya, tentunya kurang tepat jika pelaku ojek konvensional dan rental mobil mendesak Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pelabuhan Tengkayu I dan Dishub mengeluarkan kebijakan baru.

"Kami ini kan sebagai petugas yang melaksanakan aturan tidak punya kewenangan apa-apa. Retribusi itu bukan di pelabuhan di Tarakan saja. Tapi di seluruh pelabuhan di Kaltara. Terus kalau ojek dan rental mau diberikan hak istimewa untuk tidak dibebankan parkir mesti ada revisi aturan lagi. Seharusnya ojek dan rental bisa mendatangi wakil rakyat untuk mengusulkan dalam membuat undang-undang itu," ujarnya, kemarin (19/1).

Ia menjelaskan, rancangan perda tersebut diatur DPRD Kaltara dengan tujuan agar dapat mengoptimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang dinilai mengalami banyak kebocoran. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak sinkronnya jumlah penumpang dan  pemasukan retribusi parkir setiap harinya.

"Karena dari perda yang lama PAD kita sudah tidak layak dan retribusi masih manual. Hasil evaluasi PAD sebelumnya selalu tidak terpenuhi, tidak sesuai dengan jumlah pengunjung. Jadi setiap tahunnya kami tidak dapat menjangkau target retribusi parkir," jelasnya.

Protes pada setiap kebijakan sah-sah saja. Mengingat hal tersebut juga pernah diterapkan pada beberapa fasilitas umum di Indonesia. "Terlepas itu, untuk retribusi sendiri kita lebih murah daripada pelabuhan lain, tapi apa pun itu kami ini hanya penegak saja. Pelaksana. Perda itu dibahas dari tahun 2017, sudah ada protes bahkan perdebatan. Perda itu kan di Kementerian Dalam Negeri. Tentu ada pertimbangan," tegasnya. (zar/iwk/puu/*/zac/lim)

Halaman:

Tags

Terkini