TARAKAN - Tiga tersangka perkara dugaan destructive fishing atau kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan, Rabu (27/9).
Tak hanya itu, barang bukti ketiga tersangka Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia turut diserahkan. Untuk dilakukan tahap dua sebelum disidangkan. Kepala Kejari Tarakan Adam Saimima melalui Kepala Seksi Intelijen Harismand mengatakan, ketiga tersangka yakni Otong bin Baltaufa, Julistin bin Otong dan Sulaimam bin Jumari langsung dihadirkan penyidik Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan.
Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) juga turut diserahkan. “Untuk barang bukti yang diserahkan yaitu berupa ikan kakap dan ikan kerapu sebanyak 65 kg. Kemudian kapal kecil, kompresor dan berbagai macam alat peledak lainnya,” jelasnya, Kamis (28/9).
Diduga ikan yang dijadikan barang bukti, merupakan hasil tangkapan para tersangka saat melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Bahkan diduga proses penangkapan ikan dilakukan dengan cara pengeboman. Hal itu dikuatkan dengan barang bukti yang diamankan, berupa bahan peledak.
“Setelah tahap dua, kami tidak melakukan penahanan kepada tersangka. Karena diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan yaitu terkait tidak ada perjanjian antar negara mengenai tindak pidana perikanan,” ungkapnya.
Para tersangka kembali dititipkan di kantor Stasiun PSKDP Tarakan. Usai tahap dua, JPU Kejari Tarakan harus melimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tarakan sebelum 10 hari dari proses tahap dua. Hal itu dilakukan karena dalam Pasal 102 UU perikanan tersebut juga sudah diatur masa penuntutan hingga vonis perkara tersebut harus selesai hingga 30 hari.
“Dalam persidangan nanti kami hanya butuh translater bahasa Malaysia. Kalau bantuan hukum para tersangka mungkin ada mendampingi nanti,” katanya.
Selama persidangan berlangsung, terhadap para tersangka yang berstatus WNA tidak akan mendapatkan perlakuan khusus. “Kalau dari penyidik mengenakan Pasal 84 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan,” sebutnya. (sas/uno)