Sebagai upaya mengejar target membangun Indonesia Emas di tahun 2045 pemerintah Indonesia terus membenahi gizi dan infrastruktur masyarakat.
Selain melakukan penanganan stunting, pembenahan kawasan kumuh juga terus dilakukan dalam membangun kehidupan yang sehat. Hal itu tak terkecuali di Kota Tarakan. Kendati demikian, saat ini masih terdapat banyak kawasan kumuh di Tarakan. Salah satunya ialah kawasan pesisir.
Wakil Wali Kota Tarakan, Effendhi Djuprianto mengakui jika saat ini masih banyak kawasan kumuh di Tarakan khususnya di kawasan pesisir. Lanjutnya, sebagian kawasan kumuh di kawasan pesisir tersebut belum memiliki jamban yang layak. Alhasil, saat melakukan aktivitas buang air besar (BAB) kotoran langsung terbuang ke laut. Tentunya hal tersebut berdampak bagi kebersihan laut dan kesehatan masyarakat.
“Saat ini program Kotaku dari kementerian terus berjalan setiap tahun termasuk juga renovasi jamban. Tapi memang masih banyak jamban masyarakat pesisir ini langsung ke laut. kadang-kadang persoalannya sudah dibuatkan jamban tetapi masyarakat tidak mau pakai. Karena alasannya harus menyediakan air lagi, jadi mereka memilih langsung ke laut,” ujarnya, Rabu (31/1).
“Ini sebenarnya faktor kebiasaan saja, karena masyarakat terbiasa menggunakan WC langsung ke laut jadi mereka merasa praktis. Bahkan program dari pemerintah pusat yang diberi nama kotaku tingkat keberhasilannya tidak sampai 100 persen, karena kurangnya pemahaman untuk menggunakan jamban yang bersih dan sehat,” sambungnya.
Sebenarnya pemerintah juga sudah membuatkan jamban komunal pada beberapa wilayah. Hanya, jamban komunal atau WC umum tersebut tidak diminati dan bahkan beberapa mengalami kerusakan lantaran tidak digunakan dalam waktu yang lama. Sehingga, dalam hal ini pentingnya sosialisasi dan edukasi mengenai manfaat jamban yang layak dan sehat.
“Sebenarnya kita cukup masif melakukan sosialisasi terkait manfaat jamban sehat ini, khususnya Dinas Kesehatan. Tapi sampai saat ini masih kurangnya kesadaran masyarakat. Sama halnya seperti membuang sampah di sembarang tempat. Penggunaan jamban sehat saat ini masih menjadi masalah serius di banyak negara berkembang, seperti Indonesia. Masih tingginya angka BAB pada sembarang tempat,” katanya.
“Dampak buruk BAB di jamban tidak layak bisa diare atau penularan penyakit. Penyakit menular seperti hepatitis A, polio, kolera, diare merupakan penyakit yang selalu dikaitkan dengan akses penyediaan jamban.
Makanya persoalan jamban ini masih menjadi persoalan di kawasan pesisir. Salah satu pemukiman layak itu indikatornya bisa dilihat dari jambannya. Kalau jambannya masih langsung ke laut itu penataan bagaimana pun tetap tidak bisa membuat kawasan pesisir jadi kawasan layak,” tambahnya. (zac/lim)