Polemik pembatalan jabatan 57 aparatur sipil negara (ASN) oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Tarakan menuai pro kontra. Pembatalan menjelang pilkada ini juga memunculkan spekulasi jika bernuansa politis. Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Kalimantan Utara (Kaltara), Maria Ulfa mengungkapkan, dalam hal ini pihaknya fokus kepada surat rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang diberikan kepada Pemkot Tarakan.
Menurutnya, jika menelisik pembatalan jabatan atas rekomendasi tersebut, pihaknya berpandangan jika hal tersebut sudah sesuai dengan mekanisme yang ada.
Hal itu tidak dapat dinilai sebagai pelanggaran. Dalam hal ini Pj Wali Kota hanya menjalankan rekomendasi atas temuan ketidaksesuaian kompetensi jabatan tertentu di lingkungan Pemkot Tarakan.
"Kalau saya melihat dari kasus ini, jadi kan kita menilai fokus pada pengembalian jabatan ini yang kita uji dalam 2 lembar kertas ini. Ini kan memang bukan dalam rangka menjalankan kebijakan. Dalam hal ini Pj Wali Kota bukan dalam mengambil kebijakan baru. Tetapi Pj menindaklanjuti rekomendasi dari BKN. Yang mana rekomendasi ini, dikeluarkan karena hasil pemeriksaan," ujarnya, Selasa (10/9).
"Terlepas dari bagaimana kronologinya apakah temuan itu dilaporkan Pj atau temuan audit dan sebagainya. Yang jelas tindakan itu sah-sah saja secara administrasi karena ini menindaklanjuti, bukan kebijakan mutasi atau rotasi. Itu terlepas dari adanya berbagai keyakinan beberapa pihak yang menilai ini bagian dari mutasi. Tapi kami memandangnya ini bukan termasuk mutasi," sambungnya.
Ombudsman berpandangan jika hal tersebut bukanlah sebuah kebijakan mutasi, melainkan hanya menindaklanjuti rekomendasi.
Pihaknya mengakui jika Pj Wali Kota diberikan kewenangan terbatas. Pun demikian, bukan berarti Pj Wali Kota tidak memiliki wewenang dalam menindaklanjuti apa yang seharusnya direkomendasikan oleh pemerintah pusat.
"Tapi ini mungkin bisa nanti juga di-combine (kombinasi) dengan pandangan ahli tata negara. Tapi dari kami dalam UU Administrasi Pemerintahan yah, kebijakan ini bisa diambil dalam bentuk diskresi. Menurut hemat kami yang dilakukan Pj Wali Kota bukan menjalankan kebijakan, tapi menindaklanjuti rekomendasi BKN. Rekomendasi itu tidak dilakukan secara tiba-tiba karena melalui proses," katanya.
"Justru yang tepat dikatakan mutasi ada pejabat sebelumnya, karena memiliki wewenang itu, sementara Pj tidak. Namun yang dipersoalkan saat ini ada tindakan itu dianggap kebijakan mutasi, sementara kami tidak melihat tindakan itu sebagai mutasi atau menjalankan kebijakan. Kami kira BKN cukup memahami konteks ini sehingga dikeluarkanlah rekom tersebut," ungkapnya.
"Adapun terkait tidak ada tembusan dari Mendagri dalam SK tersebut, sekali lagi SK balasan pengajuan mutasi, tapi rekomendasi pembatalan jabatan atas ada temuan uji kompetensi. Sehingga tidak ada keharusan rekomendasi tersebut tercantum tebusan Mendagri," pungkasnya. (zac/lim)