kalimantan-utara

Pengabdian Dokter di Perbatasan Nunukan: Bertaruh Nyawa Jangkau Warga Pedalaman

Senin, 27 Oktober 2025 | 14:00 WIB
ilustrasi dokter

NUNUKAN – Pelayanan kesehatan di Kabupaten Nunukan, wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia, bukan sekadar tugas profesi, tetapi telah menjadi bentuk pengabdian total bagi para dokter. Di tengah medan berat dan akses yang sulit, tenaga medis di daerah ini kerap harus bertaruh nyawa demi menjangkau masyarakat di wilayah pedalaman.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan, dr. Sholeh Rauf, mengungkapkan bahwa banyak desa di perbatasan hanya bisa ditempuh melalui perjalanan sungai berjam-jam atau jalan darat yang ekstrem, sering tertutup lumpur dan longsor.

“Kadang kami harus berangkat subuh, menyeberang sungai dengan perahu kecil sambil membawa peralatan medis seadanya. Tapi kalau ingat warga yang menunggu, rasa lelah itu hilang,” tutur Sholeh ketika diwawancarai, Jumat (26/10).

Tantangan Geografis dan Keterlambatan Penanganan

Menurut dr. Sholeh, tantangan geografis dan minimnya fasilitas merupakan faktor utama yang membuat masyarakat di daerah terpencil sering terlambat mendapatkan penanganan medis. Banyak warga harus menunda pengobatan karena puskesmas terdekat berjarak puluhan kilometer.

Untuk mengatasi jurang akses ini, IDI Nunukan bersama pemerintah daerah secara rutin melaksanakan program pelayanan kesehatan keliling. Para dokter bergantian turun langsung ke desa-desa terpencil seperti Sembakung dan Krayan, memberikan pemeriksaan gratis dan edukasi kesehatan.

Program ini tentu tidak luput dari kendala, mulai dari keterbatasan tenaga dan sarana transportasi hingga kondisi cuaca buruk yang kerap menjadi penghalang utama. Namun, dedikasi para dokter di garis perbatasan ini terus menyala.

“Harapan kami, pemerintah bisa memperkuat dukungan lewat penambahan fasilitas dan tenaga medis, agar pelayanan tak hanya bergantung pada semangat relawan,” harap Sholeh.

Di tengah segala keterbatasan, kisah perjuangan tenaga kesehatan di Nunukan menjadi bukti nyata bahwa semangat pengabdian mereka tidak diukur dengan kemudahan, melainkan dengan kesungguhan untuk hadir di tempat yang paling membutuhkan bantuan. (*)

Terkini