• Senin, 22 Desember 2025

Menghargai Sahabat

Photo Author
- Rabu, 27 Maret 2019 | 06:09 WIB
-
-

 

 

Oleh Dahlan Iskan

 

Hampir saja saya tidak jadi ke Pakistan. Begitu sulit cari tiket ke sini. Tidak ada lagi penerbangan Singapura-Lahore. Tidak ada pula dari Kuala Lumpur. Pun dari Bangkok.

Istri Robert Lai ikut sibuk. Mencarikan jalur Singapura - Karachi. Atau Singapura-Islamabad. Hasilnya nihil. "Apakah negara itu sudah mau tutup," gurau Dorothy, istri Robert Lai, teman saya di Singapura itu.

Saya sudah coba mencari pilihan yang tidak biasa: Jakarta-Colombo-Lahore. Tidak ada. Jakarta-Guangzhou-Lahore. Sama saja. Saya pun mencari visa India. Siapa tahu bisa lewat jalur ini: Jakarta-Delhi-Lahore. Idem ditto: tidak tersedia.

Bahkan yang dulu jurusan Guangzhou-Lahore itu harus muter lewat Xinjiang. Atau Usbekistan. 

Yang ditawarkan di online selalu harus lewat Timur Tengah: Jakarta-Doha-Lahore. Ada juga Jakarta-Dubai-Lahore.  Jakarta-Jeddah-Lahore. 

Saya pilih Jakarta-Muscat-Lahore. Dengan terpaksa. Itu pun lantaran orang Oredoo Oman itu memprovokasi saya. "Anda kan sudah 40 tahun tidak ke Oman," katanya.

Bukan main jauhnya. Penerbangan yang mestinya 6 jam menjadi 17 jam. Harga tiket yang mestinya Rp 24 juta menjadi 48 juta. Pulang-pergi.

Penyebabnya satu: wilayah perbatasan India-Pakistan tidak aman lagi. Sejak sebulan lalu. Saling serang. Nyaris perang terbuka.

Pesawat-pesawat dari arah timur membatalkan jadwalnya. Tidak mau lagi melintasi kawasan konflik. 

Awalnya India menyerang wilayah Pakistan. Sebagai balasan atas aksi bom bunuh diri warga Kashmir. Yang menewaskan 30 orang India. Lanjutannya: Pakistan menembak jatuh dua pesawat tempur India.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X