Setiap kali diskusi di kampus itulah yang dibicarakan milenial. Bahkan di SMA Nur Hidayah di Solo itu. Pun di kampus dalam dan luar negeri. Tapi ketika saya kejar bagaimana tahapan mencapai emas itu tidak ada yang bisa menjelaskan.
"Tahun 2045 itu nanti Anda umur berapa?" tanya saya.
"Umur 49," jawab Fahmi. Yang ternyata juga ketua umum persatuan pelajar dan mahasiswa Indonesia (PPMI) Pakistan. Di seluruh dunia singkatannya PPI. Hanya di Pakistan ini ada tambahan huruf 'M'.
Fahmi adalah alumni pondok modern Gontor Ponorogo. Aslinya Banyumas. Ayahnya kepala sekolah. Ibunya perawat. Ibunya lah yang dulu minta Fahmi sekolah di Gontor.
Sebelum ke Pakistan Fahmi mengabdi dulu untuk Gontor. Satu tahun. Bekerja di pabrik roti di Gurah, Kediri. Milik pondok Gontor juga. Lalu Fahmi tinggal selama 2 bulan di kampung Inggris. Di desa Pare. Tidak jauh dari pabrik roti itu. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya.
Kami pun membahas umur Fahmi yang 49 tahun itu. Apakah tidak terlalu telat. Untuk generasi milenial yang kini seumur Fahmi.
Saya jadi pengin ketemu siapa sih yang memasyarakatkan isu tahun 2045 itu. Kok begitu jauhnya. Saya khawatir generasi milenial dibuat terlalu santai. Merasa tidak ada target cepat yang harus dicapai.
Di Pakistan mungkin memang sulit diajak maju cepat. Tapi Indonesia sebenarnya sudah lebih siap. Lima tahun lalu pendapatan perkapita kita sudah 5.000 dolar. Setidaknya sudah 4.500 dolar.
Akhir tahun ini mestinya sudah bisa 7.000 dolar. Begitulah gambaran yang saya perkirakan lima tahun lalu.
Tapi setelah lima tahun ini pendapatan perkapita kita justru turun. Menjadi 4.000 dolar. Gara-gara ada gejolak rupiah. Yang mestinya bisa dihindari. Kalau pemerintah kita sukses melakukan ekspor.
Bukan justru sukses impor.
Saya pun mengajukan satu pertanyaan pada mereka: apa yang bisa dipelajari dari Pakistan. Asumsi saya, tidak banyak yang bisa diperoleh dari negeri ini. Kalau soal ilmu di Indonesia pun tidak kalah.
Jawaban Fahmi menarik.
"Kita belajar sabar pak," ujar Fahmi.
"Setuju!" komentar spontan saya.