“Berdiferensiasi bisa dilakukan dalam konten, proses, dan produk,” katanya. Kemudian pemberian asesmen yaitu tes dan nontes. Serta pembagian gaya belajar siswa dalam visual, auditori, dan kinestetik. Ririen menjelaskan, kelas berdiferensiasi memfasilitasi dan mengakomodasi setiap murid sesuai kebutuhannya masing-masing.
Sebab sistem pembelajaran ‘satu untuk semua’ justru akhirnya cenderung menuntut setiap murid untuk mempelajari hal yang sama dan pada waktu yang sama. “Tanpa memperhatikan bahwa kebutuhan dan kemampuan setiap individu berbeda satu sama lain,” ucapnya.
Dia menjelaskan, diferensiasi pembelajaran bukan berarti sekelompok instruksi berbeda atau lembar kerja yang berbeda untuk setiap murid. Melainkan sebagai strategi mengajar guru agar dapat memfasilitasi kebutuhan setiap murid. “Sehingga setiap murid mengalami pengalaman sukses dalam proses belajar masing-masing,” ujarnya.
Ada pun kegiatan workshop ini berlangsung selama tiga hari yakni 16-18 Januari. Selain mendengar pemaparan narasumber dari Universitas Tidar, ada pemaparan materi lainnya. Mulai dari diskusi pembelajaran Kurikulum Merdeka dan pembelajaran berdiferensiasi.
Lalu guru mengisi LK evaluasi diri masing-masing individu guru atau LK kompetensi guru. Selanjutnya materi dan diskusi implementasi pembelajaran berdiferensiasi. “Guru dalam kelompok mengisi LK ruang kolaborasi lingkungan belajar. Guru dalam kelompok mendesain pembelajaran berdiferensiasi model two stay two stray (TSTS),” tutupnya.
DINA ANGELINA