Tidak hanya momen Lebaran, setiap harinya, Sari Madu Bakery juga menjajakan aneka kue kering. Permintaan dari konsumen terus naik.
RADEN RORO MIRA, Samarinda
SEBELUM puasa, Khamilatu Sadiah atau yang akrab disapa Diah itu sudah memesan mesin untuk membantu produksi kue kering. Sebanyak 19 mesin khusus dibeli oleh owner Sari Madu Bakery itu. Mulai mesin khusus pengupas, penghancur hingga mengolah nanas menjadi selai untuk nastar. Lalu mencampur terigu, mencetak, lalu memanggang.
Baca Juga: Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit
“Dari awal memang komitmen kami dalam produk juga mesti higienis. Enak saja enggak cukup. Kenapa pakai teknologi, supaya mengurangi tersentuh tangan langsung. Rata-rata kalau sudah produksi massal, sulit menjaga kebersihan. Kenapa saya bilang begitu? Karena saya pernah melewati masa itu,” paparnya.
Dijelaskan jika saat produksi manual khusus pesanan Lebaran, bisa melibatkan hingga 100 tenaga freelance. “Bayangkan di dapur produksi ada 100 orang, belum kondisi panas karena ada oven. Tidak dimungkiri itu menguras tenaga, pasti berkeringat. Jadi coba meminimalisasi itu,” lanjut Diah.
Meski begitu, Diah mengakui bahwa produksi kue kering di tempatnya bukan berarti tanpa sentuhan tangan sama sekali. “Masih kalah di pengemasan. Menyusun kue kering di stoples itu mau enggak mau masih pakai sarung tangan. Belum 100 persen, tapi sudah mengarah ke sana,” bebernya ditemui di tempat usahanya di Jalan Abul Hasan, Samarinda.
Ada tujuh jenis kue kering yang diproduksi, dengan harga promo Rp 120 ribu per stoples. Permintaan terus naik bahkan hingga dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Meski sudah menggunakan mesin, diakui jika masih belum bisa memenuhi seluruh pesanan.
“Justru malah enggak ngejar dengan keperluan. Sampai hari ini masih produksi terus. Setelah Lebaran orang-orang masih pada cari, jadi sudah pesan tapi habis dimakan tamu, pengin untuk konsumsi sendiri. Pokoknya tahun ini meledak. Kalah ritme mesin dengan antusias pembeli. Baru keluar, langsung ludes,” ungkapnya, Selasa (16/4).
Dalam sehari, mesin secara optimal mampu bekerja hingga lima jam. Sedikitnya lima ribu stoples diproduksi. Diah menyebut jika mereka masih adaptasi penggunaan mesin. Belum lagi kejar-kejaran dengan pembeli yang terus mencari. Di sisi lain, mesin baru tiba di Samarinda pertengahan Ramadan.
Permintaan tinggi tidak hanya datang dari pembeli satuan, namun juga dari perusahaan untuk hampers. Diah menyediakan lima ribu boks hampers dengan isi empat stoples di dalamnya. Hampir ludes terjual. Sekarang, hanya tersisa beberapa ratus boks.
“Ada perusahaan pesan hampers bisa sampai 120-an boks. Belum lagi yang customer kami dari luar kota. Bahkan sampai Medan pengiriman. Kalau Balikpapan, Bontang, dan Sangatta itu sudah biasa. Jadi ya rebutan stoknya. Netizen itu sampai julid, mereka bilang kami sudah pakai mesin tapi kok tetap enggak kebagian. Pokoknya luar biasa lah tahun ini, alhamdulillah,” jelasnya.