Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump secara resmi menyatakan keadaan darurat nasional di bidang ekonomi dan perdagangan, Rabu (2/4). Langkah ini diiringi dengan kebijakan tarif impor global sebesar 10 persen yang mulai berlaku pada Sabtu (5/4) waktu Indonesia.
Trump menyebut defisit perdagangan barang yang terus membengkak—mencapai USD 1,2 triliun atau sekitar Rp 19.680 triliun (kurs Rp 16.400) pada 2024—sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan dan keamanan nasional AS.
Baca Juga: Celaka...! Rupiah Tumbang dan Makin Mendekat ke Rp17 Ribu Perdolar
Dikutip dari Fact Sheet Gedung Putih, Rabu (2/4), Presiden Trump menggunakan wewenangnya berdasarkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) untuk menekan praktik perdagangan yang menurutnya merugikan produsen dan pekerja Amerika.
Ia menuding banyak negara mitra dagang menjalankan kebijakan yang tidak adil, seperti manipulasi mata uang, tarif pertambahan nilai (VAT) tinggi, serta hambatan dagang non-tarif yang menekan daya saing produk ekspor AS. Selain tarif dasar 10 persen untuk seluruh negara, AS juga akan mengenakan tarif tambahan yang lebih tinggi secara spesifik kepada negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, mulai Rabu (9/4).
Tarif-tarif tersebut akan terus berlaku sampai Presiden menilai bahwa ketimpangan perdagangan dan perlakuan tidak timbal balik sudah berhasil diatasi. “Ini bukan soal proteksionisme, tapi soal keadilan,” ujar Trump dalam pernyataan tertulisnya. “Kami hanya meminta negara lain memperlakukan kami sebagaimana kami memperlakukan mereka.”
Trump menyoroti bahwa perusahaan AS membayar lebih dari USD 200 miliar (sekitar Rp 3.280 triliun) per tahun dalam bentuk VAT kepada negara lain, sementara perusahaan asing tidak membayar pajak sejenis ketika mengekspor ke AS.
Ia juga menyebut perdagangan barang palsu, perangkat lunak bajakan, dan pencurian kekayaan intelektual sebagai beban besar bagi ekonomi dan keamanan publik.
Tak hanya industri manufaktur, sektor pertanian AS juga menjadi perhatian. Trump mengkritik pemerintahan Presiden Biden karena menurutnya gagal mempertahankan surplus perdagangan pertanian yang diraihnya pada periode pertama.
Kini, AS diperkirakan mengalami defisit perdagangan pertanian sebesar USD 49 miliar atau sekitar Rp 803 triliun. Namun, tidak semua barang akan dikenai tarif baru. Barang-barang yang dikecualikan meliputi baja, aluminium, kendaraan, obat-obatan, semikonduktor, energi, dan mineral tertentu, serta emas batangan.
Produk-produk dari Kanada dan Meksiko yang memenuhi syarat perjanjian dagang USMCA juga tetap bebas tarif. Pemerintah AS juga menyiapkan otoritas untuk menaikkan tarif lebih lanjut jika negara lain melakukan retaliasi, atau menurunkan tarif jika mitra dagang bersedia memperbaiki praktik perdagangannya dan sejalan dengan kepentingan nasional AS.
Trump menyatakan bahwa kebijakan tarif ini adalah bagian dari agenda “Made in America” yang menjadi tulang punggung visi ekonominya.
Ia mengklaim tarif sebelumnya yang diterapkan di masa jabatan pertamanya telah berhasil meningkatkan produksi domestik dan mendorong reindustrialisasi di sektor baja dan manufaktur.
“Tarif ini bukan hanya untuk perdagangan yang adil, tetapi juga untuk keamanan nasional, penciptaan lapangan kerja, dan kedaulatan ekonomi AS,” tegas Trump.