kalimantan-timur

Belum Ada Kesepakatan

Selasa, 15 Januari 2019 | 13:14 WIB

TANJUNG REDEB — Bertempat di Balai Pertemuan Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Berau, Jalan APT Pranoto, Tanjung Redeb, Senin (14/1), lima perwakilan Rukun tetangga (RT) Kelurahan Gunung Panjang duduk bersama dengan DLHK, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, dan juga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal itu untuk membahas permasalahan dampak debu dan lumpur yang dirasakan oleh warga Jalan Pangeran Diponegoro akibat dari 3 aktivitas perusahaan.

Ketua RT 11, Handoyo menyatakan, masyarakat tidak menuntut kompensasi terkait aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka, dan warga hanya menuntut agar truk pengangkut material maupun yang lainnua sebelum masuk Jalan Diponegoro agar bisa membersihkan kendaraannya.

“Meskipun telah disiram dan dibersihkan berkali-kali,  namun akar dari kotornya jalan tidak ditanggulangi ya percuma saja, tidak maksimal pembersihannya,” tegasnya.

Sementara iu, Jalil selaku ketua RT 14 Karang Mulyo, mengaku belum pernah mendapat undangan apapun dari salah satu perusahaan yang ada di wilayah tersebut untuk duduk bersama membahas masalah debu yang juga dirasakan oleh warga Karang Mulyo, bukan hanya permasalahan debu saja, namun juga getaran yang kerap dirasakan oleh warga.

Jalil juga mendapatkan laporan, bahwa ada sebagian warga yang mendapatkan kompensasi sebesar Rp 50 hingga Rp 100 ribu. “Kami mendapat laporan warga, jika ada warga yang menerima kompensasi dari salah satu perusahaan, untuk nomimal kan normatif, dan yang kami permasalahkan disini yakni dampak debu dan getaran yang masyarakat RT 14 rasakan, apa upaya dari pihak terkait untuk menekan hal tersebut,” ujarnya.

Kedua RT tersebut pun mengusulkan untuk dilakukan pengerasan badan jalan masuk menuju salah satu perusahaan yang diduga sebagai titik masalah debu dan juga lumpur yang berada di Jalan Diponegoro.

Menanggapi hal ini, Nanang, perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum, menyambut baik usulan para ketua RT untuk dilakukan semenisasi ataupun pengerasan badan jalan.

“Secara umum kami mendukung usulan ketua RT, dan untuk masalah getaran yang dihasilkan, memang perlu penekanan jam kerja untuk beroperasi,” ujarnya.

Hal ini pun mendapat tanggapan dari Abdul Ajis, perwakilan dari Dishub yang juga, untuk muatan maksimal yakni 8 ton, dan memang benar, perlu adanya jam kerja yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko getaran, serta juga perlu pengawalan dari Satlantas Polres Berau.

 “Mengacu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan juga Perda Nomor 17 tahun 2003 pasal 3 ayat 6 bahwa setiap orang, badan hukum, organisasi dilarang mengotori jalan raya dengan sampah, tanah, pasir, batu, dan atau benda-benda sejenis lainnya yang dapat merusak mengganggu pengguna jalan, merusak kebersihan keindahan dan kenyamanan, akan mendapatkan sanksi kurungan pidana 6 bulan,” bebernya.

Rapat yang berlangsung sekitar satu jam itu, poin penting yang diharapkan, yakni pengecoran atau pengerasan badan jalan masuk salah satu perusahaan yang beroperasi, serta membersihkan truk sebelum masuk ke area kerja.

Sekretaris DLHK Mahdi Hasan, menyampaikan, memang belum menemui kata sepakat, karena dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan pertemuan ulang dan mempertemukan warga dengan pihak perusahaan.

“Ada beberapa poin penting yang kami catat tadi, namun belum menemui kata sepakat, dan dalam waktu dekat ini, kami akan kembali menggelar pertemuan dengan warga dan juga pihak perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut,” pungkasnya. (*/yat/app)

Tags

Terkini