TANJUNG REDEB – Membeludaknya pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai membuat sejumlah pasien terpaksa di rawat di lorong hingga loket rumah sakit.
Direktur RSUD dr Abdul Rivai, Jusram mengatakan, penuhnya ruang instalasi gawat darurat (IGD) membuat pasien yang datang terpaksa dirawat di area loket. Namun ia memastikan tetap mendapatkan perawatan maksimal.
“Perawatan tetap maksimal. Ini karena full pasien,” katanya. Dijelaskan Jusram, kejadian ini masuk kejadian luar biasa (KLB). Namun semua pasien tertangani dengan baik oleh dokter dan petugas jaga.
“Iya ini seperti ada KLB. Sehingga memang sangat diperlukan pembangunan ruang rawat inap yang baru,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Jusram, jumlah tempat tidur di RSUD Abdul Rivai hanya 220 unit. Jumlah tempat tidur itu, tentu sangat tidak ideal dengan angka pertumbuhan penduduk Berau yang menjangkau 3,8 persen per tahun.
“Sehingga perbandingan tempat tidur yang disiapkan dengan jumlah penduduk tidak ideal,” terangnya.
Disampaikannya, perbandingan antara jumlah tempat tidur yang perlu disiapkan dan jumlah penduduk sesuai standar WHO yakni 5 : 1.000. Sedangkan untuk ukuran Indonesia lebih kurang 1,2 – 4: 1.000 penduduk.
“Dengan jumlah penduduk kita yang lebih kurang 160.000 jiwa, sebenarnya yang kami butuhkan itu di atas 250-300 tempat tidur. Nilai Bed Occupancy Rate (BOR) atau tingkat hunian kita di RSUD Abdul Rivai itu, di atas 85 persen,” tegasnya.
Pihak RSUD, ungkapnya, sudah sering menyampaikan masalah itu ke legislatif dan eksekutif Berau. Tujuannya, agar permasalahan yang dihadapi itu segera diselesaikan. Apalagi saat ini jumlah pasien yang hendak dirawat sama banyaknya dengan yang sedang dirawat.
“Masalah kita itu sama seperti kita makan di warung. Kita masih makan, orang sudah berdiri di samping untuk menggantikan kita. Kendalanya sekarang, kami tidak punya ruangan rawat inap yang baru,” imbuhnya.
Ditambahkannya, selama 10 tahun terakhir pihak RSUD tidak pernah menambah ruang rawat inap. Sementara jumlah penduduk semakin tahun semakin bertambah. Pasca Covid-19 kebutuhan ruang rawat inap itu sangat diperlukan.
“Ketika covid, di tahun 2020 sampai awal 2022 itu tidak kelihatan. Kenapa? Karena waktu zaman covid tidak ada yang mau dirawat inap. Bahkan sesak napas pun kalau bisa di rumah, di rumah saja. Karena takut dicovidkan waktu itu,” ungkapnya.
Kondisi saat ini, tambahnya, sangat berbeda. Pasien yang diserang penyakit ringan pun memerlukan rawat. Karena itu, pengembangan RSUD dan penambahan kamar dan tempat tidur menjadi kebutuhan yang kian mendesak.
“Selain membangun ICU, IGD, dan kamar operasi di gedung yang baru itu, kami juga ingin dibantu ruang rawat inap yang baru. Itu untuk menambah kapasitas tempat tidur kita. Selain menunggu rumah sakit yang dibangun di wilayah Inhutani,” tutupnya. (hmd/arp)