kalimantan-timur

Gagal Paham Tambang Ilegal

Indra Zakaria
Sabtu, 3 Februari 2024 | 09:00 WIB
Herdiansyah Hamzah

Herdiansyah Hamzah

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

 

Debat kedua calon wakil presiden (cawapres), menyisakan banyak pertanyaan bagi publik. Sejatinya, tema debat kedua ini mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

Dan salah satu isu yang tidak mampu terjawab dengan baik adalah soal “tambang ilegal”. Banyak pihak yang menyebut jika ketiga cawapres “gagal” dalam mengurai sekaligus menawarkan jalan keluar terhadap kejahatan tambang ilegal ini. Publik tentu berharap banyak dari para cawapres, terutama pemahaman mereka terhadap kejahatan tambang ilegal ini. Kejahatan yang berdampak sistemik, tidak hanya kepada ekosistem alam, tapi juga terhadap ekosistem manusianya.

 

Ketika moderator debat menanyakan perihal korupsi sektor pertambangan, pembalakan liar, termasuk perikanan ilegal, Mahfud MD misalnya, hanya meletakkan kebebasan informasi sebagai jawaban atas persoalan ini. Tidak salah, hanya kurang komprehensif sebagai sebuah solusi. Demikian juga dengan Muhaimin Iskandar yang hanya menyebut angka 2.500 titik tambang ilegal, tanpa memberikan solusi kongkrit bagaimana cara memberantasnya. Yang paling menggelitik justru pernyataan Gibran Rakabuming yang hendak memberantas tambang ilegal dengan cara mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal tambang ilegal sendiri adalah kejahatan yang tidak berizin. Apa yang mau dicabut jika izinnya saja tidak punya?

 

Kejahatan Tambang Ilegal

 

Untuk memberantas tambang ilegal, syarat pertamanya tentu menyangkut pemahaman kita terhadap kejahatan ini. Ibarat orang yang hendak memenangkan peperangan, bergantung pemahamannya terhadap medan pertempuran. Lantas apa yang disebut sebagai tambang ilegal? Secara etimologis, ilegal merupakan segala sesuatu yang tidak legal, tidak menurut hukum, atau tidak sah[1]. Menurut Meriam Webster, ilegal adalah tidak menurut atau diizinkan oleh hukum, melanggar hukum, haram, atau tidak disetujui oleh aturan resmi[2]. Dalam Black Law Dictionary, illegal dimaknai sebagai perbuatan yang dilarang oleh hukum (forbidden by law) atau melanggar hukum (unlawful)[3]. Oleh karena itu, kejahatan tambang ilegal secara sederhana dapat dipahami sebagai aktivitas pertambangan yang dilarang atau tidak diizinkan menurut hukum yang berlaku.

 

Menurut rezim pertambangan di Indonesia, tambang ilegal ini disebut juga sebagai pertambangan tanpa izin (PETI). Dalam ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), disebutkan secara eksplisit bahwa, “Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah”. Tidak hanya itu, penadah tambang ilegal juga dapat dikenakan pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 161 UU Minerba, disebutkan bahwa, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah.

 

Halaman:

Tags

Terkini