Jatah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara pada participating interest (PI) 10 persen pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Eastkal dan Attaka harus terus diperjuangkan secara proaktif.
PENAJAM-Hal itu perlu dilakukan setelah pengelola blok minyak dan gas (migas) peninggalan Unocal Indonesia Company pada 24 Oktober 2018, yaitu PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), itu mengalami minus keuangan Rp 32 miliar, seperti diberitakan media ini, sebelumnya.
Akibatnya, para pemegang saham pada PI 10 persen seperti Pemkab PPU sebesar 18,46 persen, Pemprov Kaltim 64,51 persen, Pemkab Kutai Kartanegara 15,73 persen, Pemkot Bontang 1,22 persen, Pemkot Balikpapan 0,07 persen tidak menerima hak-hak dalam bentuk finansial. Untuk Pemkab PPU saja, berdasarkan pembukaan data room pada 2022 diketahui mendapatkan perolehan jatah Rp 8 miliar. “Iya, Pemkab PPU melalui instansi teknis harus proaktif untuk memperjuangkan hak-hak dalam PI 10 persen itu dengan melakukan komunikasi ke berbagai pihak,” kata Ahmad Usman, mantan Asisten III Bidang Administrasi Umum Setkab PPU yang terhitung sejak Jumat (23/2) menjabat kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Setkab PPU, Minggu (25/2).
Sebelumnya, mengenai hal ini Kaltim Post menghubungi Sekretaris Kabupaten (Sekkab) PPU Tohar. Namun, Tohar menyarankan kepada media ini agar menghubungi Ahmad Usman yang selama ini aktif mengikuti sejumlah pertemuan.
“Beberapa waktu yang lalu, Pak Ahmad Usman ketika masih asisten II yang terakhir rapat di provinsi terkait hal itu. Coba konfirmasi ke Pak Ahmad Usman atau ke Bu Rahmaniah, kepala bagian ekonomi yang baru saja mutasi, ya,” kata Tohar.
Ahmad Usman kemarin menduga minus cash flow PHKT akibat harga migas dunia yang rendah, dan mengenai hak-hak Pemkab PPU yang disebut-sebut Rp 8 miliar itu masih dalam proses. “Pada saat itu memang sudah diketahui hak untuk Pemkab PPU, namun belum tuntas karena memang masih dalam proses dan banyak sekali rentetan ceritanya. Kira-kira begitu,” ujarnya. “Ya, kami memahami Pemkab PPU tidak berdiri sendiri, dan seharusnya di bagian ekonomi Setkab PPU proaktif untuk mengetahui perkembangan terkini,” jelasnya.
Minus finansial PT PHKT Rp 32 miliar itu kali pertama disampaikan oleh Legal Manager PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT) Ketut Bagiasa kepada Kaltim Post, Jumat (23/2). MMPKT ini Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Kaltim untuk mengatur prosedur pengalihan jatah tersebut kepada masing-masing daerah penerima, seperti PPU, Bontang, Kutai Kartanegara, Balikpapan, dan Pemprov Kaltim dengan PHKT. Minusnya keuangan sebesar itu, kata Ketut Bagiasa, disebabkan oleh biaya operasional PHKT selaku kontraktor lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari pengelolaan sumur migas.
Sementara itu, manajemen PHKT hingga kemarin belum memberi tanggapan mengenai hal ini. Humas PT PHKT Etna telah meminta agar media ini mengajukan pertanyaan konfirmasi tertulis yang akan diajukan kepada pihak kompeten untuk menjawab. Pertanyaan tertulis kemudian dikirim media ini melalui WhatsApp (WA) Etna sekira pukul 20.45 Wita, Jumat (23/2). Namun, hingga kemarin belum mendapatkan tanggapan. (far/k15)
ARI ARIEF
ari.arief@kaltimpost.co.id