SENDAWAR - Kasus tengkes atau stunting di Kutai Barat (Kubar) masih tinggi. Berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI) tercatat kasus tengkes di Tanaa Purai Ngeriman mencapai angka 23,1 persen pada 2022.
Selama kurun dua tahun terakhir Pemkab Kubar bersama para pihak terus berupaya menekan angka kasus tengkes agar menurun. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kubar, Sukwanto.
Ia menjelaskan, salah satu upaya pencegahan yang dilakukan yakni dengan fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). “Dari mana kita bisa memulai pencegahan stunting, yakni dari pasangan yang mau menikah. Pasangan yang mau menikah harus betul-betul di skrining, mulai dari vaksin, pengukuran lingkar lengan,” kata Sukwanto.
“Jika lingkar lengan tidak mencapai ukuran, pasangan tersebut disarankan untuk menunda kehamilan sampai kondisi bisa memenuhi persyaratan. Dengan demikian, kualitas bayi yang dilahirkan baik dan sehat,” sambungnya.
Tengkes, menurut Sukwanto, tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi dimulai dari awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Sebab itu, Program 1.000 Hari Pertama Kehamilan menjadi salah satu fokus Dinas P2KBP3A Kubar untuk mengantisipasi penyakit tersebut.
“Sembilan bulan di masa kehamilan atau 270 hari, ditambah dari lahir sampai usia dua tahun atau 630 hari sehingga dikatakan 1.000 HPK, betul-betul kita jaga. Makanya kita bentuk tim pendamping keluarga yang bertugas memantau mengambil tindakan langsung di lapangan,” ungkapnya.
Sukwanto menegaskan, hal itu merupakan langkah dan upaya pemerintah mengantisipasi kasus tengkes bagi tiap keluarga di Kutai Barat.
“Kalau yang sudah terjadi, maka melalui Dinas Kesehatan dilakukan intervensi dengan makanan tambahan, serta program lainnya. Namun, fokus kita saat ini adalah semua ibu hamil melahirkan anak-anak tidak stunting, dengan berat badan lahir minimal 2.500-3.000 gram,” pungkasnya. (kri/k16)
LUKMAN HAKIM MAHENDRA
lukman@kaltimpost.co.id